10 Penghalang Dalam Menuntut Ilmu
Berbagai penghalang yang merintangi seorang penuntut imu dalam belajar dan berusaha secara terus-menerus untuk mendapatkan ilmu banyak sekali akan tetapi secara garis besar ada 10 penghalang yang banyak terjadi dikalangan penuntut ilmu. Mari simak dan renungkan pembahasan berikuit ini.
1. Keliru Niat
Niat adalah dasar dan rukun sebuah amal. Apabila niat itu salah dan rusak, maka amal yang dikerjakan akan ikut salah dan rusak, sebesar salah dan rusaknya niat.
Apabila niat itu tercampuri dengan tujuan kotor dalam segala bentuknya, seperti ingin tampil, ingin terkenal atau ingin menguasai majlis, maka hal ini dijamin akan menjadi penghalang bagi orang yang memiliki niat itu dalam mencari ilmu.
Sufyan ats-Tsauri yang terkenal dengan sifat wara’ dan kharismanya pernah berkata,”Tidak ada urusan yang lebih berat bagiku kecuali menjaga niatku.”[1]
Jika Imam ats-Tsauri berkata demikian, lalu bagaimana dengan kita. Karena itu hendaknya masing-masing dari kita mengikhlaskan niatnya dalam menuntut ilmu dan tidak menginginkan sesuatu kecuali wajah Allah.
2. Ingin Terkenal dan Ingin Tampil
Ini termasuk dalam pembahasan niat. Karena sangat pentingnya, permasalahan ini harus dibahas tersendiri. Ingin dikenal dan ingin tampil adalah penyakit kronis yang tidak seorang pun dapat selamat darinya kecuali orang yang dijaga oleh Allah Ta’ala.
Asy-Syathibi berkata,”Sesuatu yang paling terakhir hilang dari hati orang-oramg yang shalih adalah keinginan untuk berkuasa dan keinginan untuk tampil.”[2]
Apabila niat seorang penuntut ilmu ingin terkenal namanya, ingin selalu disebut-sebut dan ingin selalu dihormati dimana saja ia berada dan berjalan, dan tidak ada yang ia inginkan kecuali hal itu, maka ia telah menempatkan dirinya pada posisi berbahaya.
Sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam :
“Sesungguhnya manusia yang pertama kali diadili pada Hari Kiamat adalah tiga orang … hingga sabda beliau…dan orang yang mempelajari ilmu, mengajarkannya dan membaca al-Qur’an.. Ia dihadapka n kepada Allah, Allah memberitahukan kepadanya akan nikmat-nikmatnya dan ia pun mengtahuinya. Allah bertanya kepadanya:”Apa yang kamu lakukan dengan nikmat-nikmat terebut?” Ia menjawab:”Saya mempelajari ilmu, mengjarkannya dan membaca al-Qur’an .” Allah berkata,”Kamu bohong, sesungguhnya kamu mempelajari ilmu agar kamu dikatakan sebagai seorang ulama, kamu mempelajari al-Qur’an agr kamu disebut sebagai pembaca al-Qur’an, itu semua telah dikatakan untukmu.” Kemudian Allah memerintahkan (untuk mengadzabnya), maka iapun ditarik wajahnya lalu dilempar ke dalam neraka…”[3]
Sebagian ulama yang menulis tentang kebersihan hati dan akhlak menyebutkan bahwa seorang hamba yang berangan-angan dan gembira bila dihormati orang ketika masuk ke sebuah tempat, dan ia hanya berkeinginan untuk dikagumi dan dipuji oleh manusia saja, sesungguhnya ini adalah salah satu bentuk riya dan sum’ah yang amat besar.
3. Lalai Menghadiri majlis Ilmu
Para ulama berkata bahwa ilmu itu didatangi dan tidak mendatangi. Tapi kini, kita dapat mengatakan bahwa ilmu mendatangi kita dan tidak didatangi kecuali beberapa saja.
Majelis-majelis ilmu yang dibentuk dan pelajaran yang diajarkan, jika kita tidak manfaatkan, maka nanti kita akan menggigit jari sepenuh penyesalan. Seandainya kebaikan yang ada dalam majelis-majelis ilmu itu hanya berupa ketenangan yang diberikan kepada orang-orang yang menghadirinya dan rahmat Allah meliputi mereka saja, cukuplah semua itu sebagai pendorong untuk menghadirinya. Lalu bagaimanakah jika orang yang menghadirinya? Insya Allah mereka akan mendapatkan ilmu dan kebahagiaan akhirat.
4. Beralasan dengan Banyaknya Kesibukan
Alasan ini dijadikan oleh setan sebagai penghalang menuntut ilmu. Beberapa banyak saudara-saudara kita yang telah dinasihati dan didorong untuk mencari ilmu, tapi setan menggoda dan membujuk mereka.
Orang yang menyia-nyiakan kesempatan mencari ilmu, kesibukan yang dialaminya membuat dirinya tidak dapat menghadiri majelis ilmu. Ia menjadikannya sebagai bahan untuk mencari-cari alasan, sehingga absennya ia dari majelis ilmu mempnyai alasan jelas.
Kesibukan-kesibukan yang ada adalah penyebab utama yang menghalangi seorang penuntut ilmu untuk hadir di majelis ilmu dan banyak mendapatkan ilmu. Tapi bagi orang hatinya dibuka oleh Allah Ta’ala, ia akan mengatur waktunya dan menggunakan sebaik mungkin. Dengan begitu, ia akan mendapatkan banyak manfaat.
5. Menyia-nyiakan Kesempatan Belajar di Waktu Kecil
Seseorang akan merasa iri ketika melihat orang-orang yang lebih muda, lebih bersemangat darinya dan datang paling awal datan ke majelis ilmu. Ya, ia sangat iri kepada mereka. Ia menyesali masa-masa yang telah berlalu yang tidak ia gunakan untuk menuntut ilmu dan menghafal. Akibatnya, ketika ia telah tua, banyak kesibukan dan banyak orang yang bertamu ke rumahnya siang-malam, maka pikirannya pun bertumpuk. Pikiranya tak mampu lagi digunakan unuk belajar seperti ketika masih kecil, dimana belum banyak kesibukan. Karena itu, al-Hasan berkata,”Belajar hadits di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu.”[4]
Karena itu saudaraku, sebelum Anda disibukkan oleh orang lain, dililit berbagai kesibukan dan sebelum menyesal seperti yang dialami oleh kebanyakan orang, Anda harus memanfaatkan waktu muda untuk mencari ilmu. Ini bukan berarti seseorang boleh berputus asa apabila tidak memanfaatkan waktu mudanya untuk mencari ilmu. Tapi seluruh umur adalah kesempatan untuk mencari ilmu karena mencari ilmu adalah ibadah.
[1] Tadzkirah as-Sami’ wa al-Mutakallim, Ibnu Jama’ah, hal. 68
[2] Al-I’tisham,asy-Syathibi
[3] HR. Muslim
[4] Jami’ Bayan al-Ilmi wa Fadhlih, hal. 99
____________
6. Enggan Mencari Ilmu
Di antara penyebab enggan menuntut ilmu adalah dengan alasan bahwa ia sedang berkonsentrasi mengikuti informasi terkini dan mengetahui peristiwa yang sedang terjadi.
Tentang masalah ini manusia berbeda-beda dalam menyikapinya. Ada yang berlebihan-lebihan, ada yang menyepelekan dan ada yang menyikapinya denga arif. Sikap pertama dan yang kedua adalah sikap yang keliru.
Ilmu yang Anda cari mendorong Anda untuk mengetahui keadaan Anda. Anda tidak akan bisa mengatasi masalah atau musibah yang menimpa Anda kecuali dengan meletakkannya pada timbangan syari’at.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah termasuk orang yang paling tahu tentang keadaan yang terjadi. Beliau juga termasuk oramg yang paling tahu tentang permasalahan yang terjadi di sekitarnya. Di zamannya, terjadi berbagia fitnah, musibah dan masalah. Tapi ia tetap mencari ilmu. Dengan ilmunya, ia dapat mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi di masyarakat, mendapat solusi dari al-Qur’an, Sunnah dan berbagai disiplin ilmu.
7. Menilai Baik Diri Sendiri
Yang dimaksud dengan menganggap diri sendiri baik di sini adalah merasa bangga apabila dipuji dan merasa senang ketika mendengar orang lain memujinya.
Memang, pujian manusia terhadap Anda merupakan kabar gembira yang Allah berikan kepada Anda dengan segera. Sebagaimana telah ditanyakan Abu Hurairah radhiaalahu’anhu kepada Rasulullah tentang sesaeorang yang melakukan suatu kebaikan dan orang-orang melihatnyasejhingga mereka memujinya. Nabi Shalallahu’alaihi wasalam bersabda :
تلك عاجل بشري المؤمن
“itu adalah kabar gembira bagi orang yang beriman yang Allah berikan dengan segera.” (HR.Muslim).
Tapi berhati-hatilah, jika Anda merasa gembira ketika dipuji denga sesuatu yang tak ada pada diri Anda. Sekali lagi berhati-hatilah agar hal ini tidak menimpa Anda. Ingatlah firman Allah Subhanahu wata’ala tentang celaan-Nya terhadap suatu kaum : “Dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan.” (Ali Imran : 188).
Boleh saja seseorang merasa dirinya bagus pada beberapa hal. Misalnya, perkataan Nabi Yusuf ‘Alaihi salam dalam surat Yusuf ayat 55. Tapi pada umumnya, merasa merasa diri bagus dan suka dipuji termasuk salah satu pintu masuknya setan kepda hamba-hamba Allah. Karena itu, berhati-hatilah, agar Anda tidak menjadi orang yang suka mendengar puji-pujian tersebut.
Pelajaran yang dapat dipetik di sini adalah hendaknya seseorang berhati-hati terhadap sikap merasa diri sendiri bagus. Hendaknya seseorang berhati-hati terhadap perbuatan mencantumkan gelar pada namanya dengan gelar yang tidak ia miliki. Sebab, barangsiapa yang tergesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu sebelum waktunya maka ia tak akan mendapatkannya.
8. Tidak Mengamalkan Ilmu
Tidak mengamalkan ilmu merupakan salah satu penyebab hilangnya keberkahan ilmu. Orang yang memilikinyaakan dimintai pertanggungjawaban atas ilmunya. Allah benar-benar telah mencela orang-orang yang berbuat seperti ini. Allah Subhanahu wata’ala :
تفعلونلاما الو أنتقو اللهعندمقتن كبر
“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa saja yang tidak kamu kerjakan.” (Ash Shaff : 3)
Tidak mengamalkan ilmu merupakan penyebab utama hilangnya keberkahan ilmu. Karena itu para ulama adalah orang yang paling bersemangat dalam mengamalkan ilmu yang telah mereka ketahui.
Ali bin Abi Thalib radhiaallahu’anhu berkata,”Ilmu itu dipanggil dengan mengmalkan. Bila dipanggil, ia akan menjawab dan jika tidak ia akan pergi.”[1]
Mengapa demikian? Karena ilmu dan amal adalah dua perkara yang saling berkaitan. Bisa jadi keduanya berkumpul atau bisa jadi keduanya berpisah. Apabila ada ilmu yang tidak diiringi dengan amal, maka orang yang memilikinya akan dimintai pertanggungjawabanatas ilmu tersebut.
Pembaca budiman! Ilmu yang Allah berikan kepada kita ini perlu untuk dizakati. Apabila zakat harta harta adalah 2 ½persen, maka ilmu adalah dengan mengamalkan dan mengajarkannya. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berkata,”Ingatlah wahai saudaraku! Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu! Sesungguhnya kewajiban setiap Muslim dan Muslimah adalah mempelajari empat perkara : Pertama, ilmu Kedua, mengamalkannya. Ketiga, mendakwahkannya. Keempat, sabar dalam menghadapi gangguan ketika mendakwahkannya.”[2]
9. Putus Asa dan Rendah Diri
Wahai para penuntut ilmu! Kami, Anda, Ibnu Hajar al-Atsqalani dan para ulama yang lainnya, sama-sama disebutkan dala firman Allah Subhanahu wata’ala :
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apa pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (An Nahl: 78).
Kita semua adalah orang yang telah disebutkan dalam ayat tersebut. Ayat ini menyatakan bahwa semua manusia itu sama. Baik itu para nabi dan rasul pilihan Allah serta sahabat yang telah lebih dahulu berlomba-lomba dala kebaikan. Ayat ini telah menyatukan kita semua. Karena itu, janganlah Anda meremehkan diri sendiri. Selain itu, janganlah Anda menganggap diri Anda baagus. Anda tahu bahwa Anda tidak berhak untuk itu. Janganlah Anda memakai gelar yang tak pantas bagimu.
Janganlah merasa rendah diri jika Anda lemah hafalan, lemah pemahaman, lambat dalam membaca atau cepat lupa. Semua ini akan hilang jika Anda meluruskan niat dan mencurahkan usaha.
Janganlah Anda mersa rendah diri, tapi bersungguh-sungguhlah. Semoga Allah merahmati al-Bukhari, ketika ditanya tentang obat lupa. Ia menjawab : “Senantiasa membaca kitab”.
Selanjutnya, meninggalkan maksiat adalah sebab paling utama dalam membantu kuatnya hafalan. Imam asy-Syafi’i mengungkapkan hal ini dengan bait syairnya yang indah :
Aku mengadu kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku
Lalu beliau membimbingku agar meninggalkan maksiat
Dan dia berkata, ketahuilah bahwa ilmu itu adalah cahaya
Dan cahaya Allah tidak diberikan kepada orang yang berbuat maksiat.[3]
10. Terbiasa Menunda-nunda
Yusuf bin Abath berkata,” Muhammad bin Samurah as-Saih telah menulis surat kepadaku sebagai berikut: ‘Wahai saudaraku! Janganlah sifat menunda-nunda menguasai jiwamu dan tertanam dalam hatimu. Karena, sifat menunda-nunda itu membuat lesu dan menyebabkan kerusakan hati. Sikap menunda-nunda memendekkan umur kita dan ajal pun segera tiba. Sesungguhnya apabila Anda melakukan hal ini, maka Anda benar-benar telah mengurangi semangatmu, melemahkan cita-citamu dan menjadikan dirimu kembali kepada kebosanan yang telah pergi darimu. Ketika ia membuatmu bosan kembali, tubuhmu tidak akan berguna bagimu. Karena itu, wahai saudaraku! Bersegeralah Anda, sebelum didahului dan cepatlah sebelum terlambat. Bersungguh-sungguhlah, karena permasalahan yang Anda hadapi penuh denga keseriusan. Bangkitlah dari tidurmu dan sadarlah dari kelalaianmu! Ingatlah apa yang telah Anda kerjakan, Anda sepelekan, Anda sia-siakan, Anda hasilkan dan yang telah Anda lakukan. Sesungguhnya semuanya itu akan dicatat dan dihitung, sehingga seolah-olah Anda terkejut dengannya dan sadar dengan apa yang telah Anda lakukan, atau menyesali apa yang telah Anda sis-siakan.”[4]
Ini adalah nasihat yang sangat muliadan bermanfaat.
Menunda-nunda artinya, apabila seorang hamba berkeinginan untuk mengamalkan kewajiban setelah beberapa waktu dari umurnya. Orang ini tidak tahu bahwa ajal menjemputnya setiap saat. Sungguh indah ungkapan seorang penyair :
Jangan harap dapat melaksanakan pekerjaan hari ini di hari esok
Bisa jadi hari esok tiba, sedangkan engkau telah tiada. (Jayyad)
[1] HR. Ibnu Abdil Barr dalam al-Jami” II/11. Perkataan serupa juga diriwayatkanoleh Waki’, sebagaimana disebutkan dalam al-Jami’, II/1321
[2] Al-Ushul ats-Tsalatsa, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
[3] Keterangan: Sebagian ulama meragukan penisbatan bait syair ini kepada Imam asy-Syafi’i. Mereka beralasan bahwa asy-Syafi’I bukanlah murid Waki’. Tapi yang benar, Imam asy-Syafi’I meriwayatkan hadits dari Waki’, sebagaimana disebutkan dalam kitab ash-Shadaqat, dari kitab al-Umm. Bait itu terkenal berasal dari Imam asy-Syafi’i.
[4] Iqtidha’ Ilmi al-Amal, al-Khathib al-Baghdadi, hal 114
Komentar
Posting Komentar