Kelaurga Islami
Keluarga Sakinah
Keluarga Idaman
Dr Muhammad Arifin Badri MA.
إنَّ الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلَّ له، ومن يضلل فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلاَّ الله وحده لا شريك له وأشهد أنَّ محمداً عبده ورسوله.
فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد e، وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار.
Pendahuluan:
Segala puji hanya milik Allah Ta'ala, Dzat yang telah melimpahkan berbagai kenikmatan kepada kita semua. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga, dan seluruh sahabatnya. Amiin.
Maha Suci Allah yang telah menciptakan langit dan bumi beserta seluruh isinya. Dan Maha Suci Allah yang telah menciptakan semua makhluq-Nya dengan al haq dan penuh dengan berbagai hikmah dan kebaikan bagi seluruh umat.
}خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لِّلْمُؤْمِنِينَ { العنكبوت 44
"Allah menciptakan langit dan bumi dengan al haq (penuh hikmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasan Allah bagi orang-orang yang beriman." (Al 'Ankabut 44) dan pada ayat lain Allah berfirman:
}سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ{ فصلت 53
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru, dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup( bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?" (Fusshilat 53).
Segala yang ada di dunia ini termasuk diri kita dan segala yang ada pada diri kita adalah bagian dari tanda-tanda ke-Agungan dan ke-Esaan Allah, dan bukti bahwa hanya Allah-lah yang menciptakan, mengatur dan yang layak untuk disembah, dipuji, diagungkan dan ditaati.
Dan diantara tanda-tanda ke-Agungan Allah yang ada pada diri kita ialah diciptakan-Nya bagi manusia pasangan dari makhluk yang sama dengan mereka. Pria sebagai pasangan wanita dan wanita sebagai pasangan pria. Dan pada masing-masing dari mereka terdapat berbagai hal yang merupakan penyempurna bagi pasangannya. Dengan demikian terciptalah diantara mereka hubungan yang harmonis, kedamaian, saling mencintai, menyayangi, saling berkorban untuk pasangannya dan saling melindungi.
Allah Ta'ala befirman:
} وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ { الروم 21
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu menyatu dan merasa tentram kepadanya. Dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (Ar Rum 21).
Ibnu Tafsir rahimahullah menjelaskan ayat ini dengan berkata: "Seandainya Allah Ta'ala menjadikan seluruh manusia dalam jenis pria, kemudian Ia menjadikan pasangan mereka dari makhluk jenis lain, baik dari jenis jin atau makhluq hidup lain, niscaya tidak akan pernaf terwujud keharmonisan suami istri diantara mereka. Dan bila pasangan mereka berasal dari makhluk jenis lain, niscaya akan terjadi kerenggangan, interaksi yang tidak harmonis. Ditambah lagi, diantara bukti kesempurnaan rahmat Allah Ta'ala kepada umat manusia setelah dijadikannya pasangan mereka dari jenis mereka sendiri ialah dijadikannya rasa kasih sayang, saling merahmati diantara mereka. Karena biasanya seorang pria menikahi seorang wanita karena ia mencintainya, atau karena rasa sayang yang ada pada diri wanita dikarenakan ia telah mendapatkan keturunan dari suaminya tersebut. Atau karena wanita itu membutuhkan kepada perlindungan suaminya, atau karena keharmonisan hubungan antara keduanya atau karena faktor lain yang serupa dengannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (ke-Esaan Allah) bagi kaum yang berfikir."([1])
Maha benar Allah Ta'ala, seorang suami dan istrinya benar-benar seperti yang digambarkan dalam ayat ini, terjalin antara mereka hubungan yang harmonis, kesetiaan, pengorbanan, serta kedamaian dan ketentraman yang dapat dirasakan oleh masing-masing mereka. Ini semua merupakan karunia besar dari Allah yang tidak mungkin dapat diperoleh melalui hubungan diluar pernikahan. Bahkan hubungan apapun yang dijalin antara pria dan wanita diluar pernikahan, mereka tidak akan pernah mampu mendapatkan hubungan yang serasi, pengorbanan, dan kesetiaan seperti yang terjadi dalam pernikahan. Hal ini disebabkan masing-masing dari mereka sadar bahwa suatu saat pasangannya akan berganti dengan orang lain, atau hubungan mereka hanya berlaku dalam waktu yang terbatas. Bahkan biasanya masing-masing dari mereka dengan terus terang mengatakan bahwa hubungan mereka sebatas saling menjajagi. Oleh karena itu Rasulullah r bersabda:
عن بن عباس t قال: قال رسول الله r: (لم نر للمتحابين مثل النكاح) رواه عبد الرزاق وابن ماجة والطبراني والحاكم والبيهقي، وصححه الألباني
"Dari sahabat Ibnu 'Abbas t berkata: Rasulullah r bersabda: "Kami tidak pernah mendapatkan suatu ikatakan bagi orang yang saling mencintai yang serupa dengan ikatan pernikahan." Riwayat Abdurrazzaq, Ibnu Majah, At Thabrany, Al Hakim, Al Baihaqy dan dishahihkan oleh Al Albany.
Pernikahan Antara Tradisi Jahiliyyah & Syari'at Islam.
Hubungan antara pria dan wanita telah dikenal semenjak dahulu kala, bahkan telah dijalin oleh pria dan wanita pertama, yaitu Nabi Adam u dan Hawa.
} هُوَ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا { الأعراف 189
"Dia-lah yang telah menciptakanmu dari jiwa yang satu dan dari padanya Dia menciptakan istrinya, agar ia merasa senang kepadanya ." (Al A'raf 189)([2])
Pernikahan semenjak Nabi Adam u terus menerus dijalankan oleh umat manusia untuk menjalin hubungan antara pria dan wanita. Akan tetapi bersamaan dengan berjalannya waktu dan terjadinya berbagai kejadian yang dialami oleh manusia, -yang sudah barang tentu tidak lepas dari peran bisikan dan godaan setan- terjadilah berbagai perubahan dalam proses pernikahan, sampai-sampai ketika zaman diutusnya Nabi Muhammad r, umat manusia kala itu telah mengenal berbagai pola pernikahan, sebagaimana dikisahkan dalam hadits berikut:
عن عروة بن الزبير أن عائشة زوج النبي r أخبرته: (أن النكاح في الجاهلية كان على أربعة أنحاء، فنكاح منها نكاح الناس اليوم: يخطب الرجل إلى الرجل وليته أو ابنته فيصدقها ثم ينكحها، ونكاح آخر: كان الرجل يقول لامرأته إذا طهرت من طمثها: أرسلي إلى فلان فاستبضعي منه، ويعتزلها زوجها ولا يمسها أبدا حتى يتبين حملها من ذلك الرجل الذي تستبضع منه، فإذا تبين حملها أصابها زوجها إذا أحب، وإنما يفعل ذلك رغبة في نجابة الولد، فكان هذا النكاح نكاح الاستبضاع. ونكاح آخر: يجتمع الرهط ما دون العشرة، فيدخلون على المرأة كلهم يصيبها، فإذا حملت ووضعت ومر عليها ليال بعد أن تضع حملها، أرسلت إليهم -فلم يستطع رجل منهم أن يمتنع- حتى يجتمعوا عندها، تقول لهم: قد عرفتم الذي كان من أمركم، وقد ولدت فهو ابنك يا فلان، -تسمي من أحبت باسمه- فيلحق به ولدها، لا يستطيع أن يمتنع منه الرجل. ونكاح الرابع: يجتمع الناس الكثير فيدخلون على المرأة لا تمتنع ممن جاءها وهن البغايا، كن ينصبن على أبوابهن رايات تكون علما، فمن أرادهن دخل عليهن فإذا حملت إحداهن ووضعت حملها جمعوا لها، ودعوا لهم القافة ثم ألحقوا ولدها، فالتاط به ودعي ابنه، لا يمتنع من ذلك. فلما بعث محمد r بالحق هدم نكاح الجاهلية كله إلا نكاح الناس اليوم. رواه البخاري
"Dari Urwah bin Az Zubair ia menuturkan, bahwasannya 'Aisyah istri Nabi r pernah mengisahkan kepadanya: "Sesungguhnya pernikahan pada zaman jahiliyyah ada empat macam: Diantara pernikahan-perniakahan itu ialah pernikahan yang ada di masyarakat sekarang ini, yaitu seorang pria datang melamar kepada pria lain wanita yang dibawah perwaliannya atau anak gadisnya, kemudian ia membayar maharnya lalu iapun menikahinya. Pernikah kedua: Dahulu seorang pria berkata kepada istrinya setelah ia suci dari haidhnya: temuilah si fulan, dan mintalah keturunan darinya, kemudian suaminya tersebut menahan diri serta tidak menggauli istrinya tersebut hingga benar-benar telah terbukti bahwa istrinya telah hamil dari hubungan dengan pria lain yang telah dimintai keturunan tersbeut. Bila benar-benar telah terbukti wanita itu hamil, suaminya boleh menggaulinya bila ia mau. Mereka melakukan pernikahan macam ini karena menginginkan keturunan yang bagus, dan inilah pernikahan istibdha' (minta keturunan). Dan pernikahan ketiga: Yaitu dengan berkumpul sejumlah pria kurang dari sepuluh, kemudian mereka bersama-sama mendatangi seorang wanita, lalu mereka semuanya menggaulinya (secara bergiliran). Dan bila wanita itu telah hamil dan melahirkan anaknya, dan telah berlalu dari proses persalinannya beberapa hari, wanita itu memanggil seluruh pria yang telah menggaulinya –tidak ada seorangpun dari mereka yang dapat menolak untuk hadir- hingga ketika mereka telah berkumpul di rumahnya, wanita itu berkata kepada mereka: Kalian semua telah mengetahui apa yang pernah kalian lakukan, dan aku telah melahirkan, dan anak itu adalah ankmu wahai fulan –ia menyebut nama pria yang ia sukai – maka anak itu dinasabkan kepadanya, dan pria itupun tidak dapat menolak. Dan pernikahan keempat: Yaitu dengan berkumpul banyak pria, kemudian (dengan bergantian) mereka mengauli seorang wanita yang tidak akan menolak siapapun yang datang kepadanya, dan mereka itu adalah para pelacur. Dahulu mereka memancangkan bendera dipintu mereka sebagai pertanda, dan barang siapa yang menghendaki, maka ia dapat menggaulinya dengan bebas. Dan bila wanita itu telah hamil dan telah melahirkan anaknya, pria-pria yang pernah menggaulinya tersebut dikumpulkan, lalu didatangkan tukang ramal, kemudian tukang ramal tersebut menasabkan anaknya kepada pria yang ia pandang serupa, dan sejak itu anak wanita tersebut melekat dengannya dan dipanggil sebagai anaknya, dan iapun tidak merasa enggan dari hal itu. Dan ketika Nabi Muhammad r diutus dengan membawa kebenaran, beliau menghancurkan (menghapuskan) seluruh pernikahan orang-orang jahiliyyah selain pernikahan yang ada pada masyarakat sekarang ini." Riwayat Al Bukhary
Demikianlah pernikahan yang ada pada zaman jahiliyyah, tiga macam pernikahan yang ada kala itu dilangsungkan tanpa ada perwalian, atau mahar, atau saksi, bahkan seorang wanita digauli oleh banyak orang. Dan bahkan seorang wanita yang telah bersuami dengan terus terang dan bahkan atas perintah suaminya berhubungan dengan pria lain.
Syari'at pernikahan dalam Islam, wanita dihormati dan dimuliakan, sehingga ia tidaklah dapat dinikahi kecuali melalui proses yang terhormat, yaitu dengan melalui proses lamaran kepada walinya, dan kemudian melalui proses pernikahan yang resmi dan terhormat pula. Karena dalam pernikahan yang dibenarkan oleh islam, pernikahan dilangsungkan dengan cara terbuka dihadapan para saksi, dan dilangsungkan dengan cara terhormat yaitu dengan diadakan acara pesta walimah. Sehingga dengan berbagai proses ini, masing-masing dari pria dan wanita yang menikah terjaga kehormatannya, terjamin hak-haknya, dan anak keturunan yang dilahirkan jelas status nasabnya.
Beda halnya dengan pernikahan yang tidak selaras dengan syari'at, misalnya pernikahan tanpa persetujuan walinya, atau menikahi wanita yang bersuami. Biasanya pernikahan itu dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi, dan dengan cara-cara yang hina, oleh karena itu pelakunya tidak berani berterus terang menyampaikan pernikahan ini kepada wali atau orang tua dari wanita yang ia nikahi. Bahkan masyarakatpun menjulukinya dengan sebutan yang hina pula, yaitu "kawin lari".([3])
Kriteria Pernikahan Islami.
Dari hadits 'Aisyah diatas, kita dapat simpulkan bahwa pernikahan yang dibenarkan oleh islam ialah pernikahan yang memiliki beberapa kriteria berikut:
Wali Yang Menyetujui dan Merestui Pernikahan Tersebut.
Islam benar-benar menjaga dan menghormati hak-hak manusia, yaitu dengan mengajarkan syari'at yang dapat menjamin keutuhan hak setiap orang, termasuk hak kaum wanita/ istri.
Kaum wanita pada umumnya senantiasa diselimuti oleh berbagai kelemahan, dimulai dari kelemahan fisik, pengalaman, keberanian, kesabaran, dan hingga perasaan. Islam dalam syari'at pernikahannya benar-benar memperhatikan fenomena ini. Oleh karenanya Islam mensyaratkan agar pernikahannya dilangsungkan oleh ayah /walinya, guna melindungi mereka agar tidak menjadi korban orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir dengan memanfaatkan berbagai kelemahan tersebut.
Sebagaimana kaum wanita juga bersifat pemalu, sehingga mereka sering kali tidak dapat mengutarakan keinginannya dengan baik, apalagi yang berhubungan dengan pernikahan. Oleh karena itu sering kali seorang wanita bila ditanya tentang kesiapannya untuk menikah atau menerima lamaran seseorang ia tertunduk dan terdiam malu bahkan menangis. Sampai-sampai Rasulullah r menjadikan terdiamnya seorang gadis ketika ditanya tentang sikapnya terhadap lamaran seorang pria sebagai pertanda persetujuannya:
عن عائشة رضي الله عنها قالت: سألت رسول الله r عن الجارية ينكحها أهلها، أتستأمر أم لا؟ فقال لها رسول الله : (نعم تستأمر) فقالت عائشة: فقلت له: فإنها تستحي. فقال رسول الله r: (فذلك إذنها إذا هي سكتت) متفق عليه
"Dari 'Aisyah semoga Allah meridhainya, ia menuturkan: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah r tentang anak gadis yang dinikahkan oleh keluarganya, apakah ia dimintai pendapatnya atau tidak? Maka Rasulullah r bersabda : "Ya, ia dimintai pendapatnya", maka 'Aisyah berkata kepada beliau: Sesungguhnya ia malu. Maka Rasulullah r bersabda: Maka itulah persetujuannya, bila ia diam". Muttafaqun 'alaih
Oleh karena itu semua, islam mengharuskan agar pernikahan setiap wanita dilangsungkan oleh wali, demi mencapai berbagai tujuan di atas, dan demi membedakan antara pernikahan yang benar (syar'i) dari perzinaan:
Pada hadits 'Aisyah di atas, beliau menyebutkan bahwa diantara kriteria pernikahan yang dibenarkan dalam syari'at islam ialah:
(يخطب الرجل إلى الرجل وليته أو ابنته)
"Yaitu seorang pria datang melamar kepada pria lain wanita yang dibawah perwaliannya atau anak gadisnya".
Dan pada hadits lain, Rasulullah r lebih tegas lagi menyatakan:
(لا تزوج المرأة المرأة ولا تزوج المرأة نفسها فإن الزانية هي التى تزوج نفسها) رواه ابن ماجه والدارقطني وصححه الألباني
"Dari sahabat Abu Hurairah t dari Nabi r: "Seorang wanita tidaklah dapat menikahkan wanita lain, dan seorang wanita tidaklah menikahkan dirinya sendiri, sebab pelacurlah yang menikahkan dirinya sendiri." Riwayat Ibnu majah, Ad Daraquthny dan dishahihkan oleh Al Albany.
Dan dalam hadits lain Rasulullah r bersabda:
(لا نكاح إلا بولي) رواه أحمد وأبو داود والترمذي وابن ماجة وصححه الألباني
"Tidaklah sah suatu pernikahan kecuali dengan adanya seorang wali." Riwayat Ahmad, Abu Dawud, At Tirmizy, Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Al Albany.
Bahkan seandainya seorang wali telah dihadirkan ketika proses pernikahan, akan tetapi ia tidak menyetujui pernikahan tersebut, maka pernikahan tersebut tidak sah. Dengan demikian keberadaan wali bukan hanya sekedar suatu formalitas atau sekedar pelengkap semata yang tidak memiliki peran. Akan tetapi seorang wali benar-benar memiliki peran utama dalam proses pernikahan. Oleh karena itu Rasulullah r bersabda:
(أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل، فنكاحها باطل، فنكاحها باطل، فإن دخل بها فلها المهر بما استحل من فرجها، وإن اشتجروا فالسلطان ولي من لا ولي لها. رواه الخمسة إلا النسائي وصححه الألباني
"Wanita yang menikah tanpa izin dari walinya, maka pernikahannya bathil (tidak sah), maka pernikahannya bathil (tidak sah), maka pernikahannya bathil (tidak sah). Dan bila lelaki itu telah menggaulinya, maka ia berhak mendapat mahar sebagai ganti atas hubungan yang telah dilakukan oleh lelaki itu dengan dirinya. Dan bila para wali berselisih, maka penguasa adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali." Riwayat Ahmad, Abu Dawud, At Tirmizy, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al Albany.
Hukum ini bukan hanya berlaku pada wanita yang belum pernah menikah atau yang disebut dengan perawan, akan tetapi berlaku juga pada wanita yang pernah menikah atau yang disebut dengan janda. Sebagai salah satu dalilnya ialah ayat berikut:
}وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاء فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلاَ تَعْضُلُوهُنَّ أَن يَنكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْاْ بَيْنَهُم بِالْمَعْرُوفِ { البقرة 232
"Apabila kamu mentalak istri-istrimu lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka menikah lagi dengan mantan suaminya bila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang baik (ma'ruf)." (Surat Al Baqarah 232)
Ayat ini diturunkan berkenaan kisah saudara wanita sahabat Ma'qil bin Yasar t, sebagaimanya yang ia kisahkan sendiri:
زوجت أختا لي من رجل، فطلقها حتى إذا انقضت عدتها، جاء يخطبها، فقلت له: زوجتك وفرشتك وأكرمتك، فطلقتها ثم جئت تخطبها؟! لا والله لا تعود إليك أبدا. وكان رجلا لا بأس به، وكانت المرأة تريد أن ترجع إليه، فأنزل الله هذه الآية }فلا تعضلوهن{ فقلت: الآن أفعل يا رسول الله، قال: فزوجها إياه. رواه البخاري.
"Aku pernah menikahkan saudariku dengan seorang pria, kemudian pada suatu saat ia menceraikannya, hingga ketika masa iddahnya telah berlalu, ia datang untuk melamarnya kembali, maka sayapun berkata kepadanya: Aku pernah menikahkanmu (dengannya), aku pernah pasrahkan dia kepadamu, dan aku pernah memuliakanmu dengannya, kemudian engkau ceria dia, dan sekarang engkau datang melamarnya kembali?! Tidak, sungguh demi Allah, selama-lamanya ia tidak akan pernah menjadi istrimu lagi. Padahal dia adalah pria yang baik, dan saudariku juga ingin untuk kembali membina pernikahan dengannya, maka Allah menurunkan firman-Nya berikut ini : { maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka} (Mendengar ayat ini) aku-pun berkata: Sekarang juga saya akan aku laksanakan wahai Rasulullah. Perawi kisah ini menuturkan: Kemudian ia-pun menikahkan saudarinya kepada mantan suaminya tersebut. (Riwayat Al Bukhary)
Pada kisah ini, Allah Ta'ala melarang kaum lelaki yang menjadi wali, dari menghalangi wanita yang berada dibawah perwaliannya untuk dinikahi oleh pria yang pernah menikahinya. Seandainya wanita yang telah menjanda dibolehkan untuk menikah tanpa wali, maka tidak perlu adanya larangan semacam ini, sebab pada kisah yang menjadi penyebab diturunkan ayat ini, wanita tersebut berhasrat untuk menerima kembali lamaran mantan suaminya. Sehingga bila ia dibenarkan untuk menikah tanpa wali, maka dengan mudah baginya untuk langsung menikah dengan mantan suaminya. Akan tetapi karena pernikahan tidak dibenarkan tanpa adanya wali, maka Allah menurunkan larangan terhadap perbuatan wali tersebut, yaitu menghalangi pernikahan mereka berdua.
Dan bagi wanita yang tidak memiliki wali yang dapat menikahkannya, maka yang berhak menikahkannya adalah pemerintah yang sah, dalam hal ini, petugas DEPAG (KUA) atau KJRI atau KBRI, sebagaimana ditegaskan dalam hadits di atas:
فالسلطان ولي من لا ولي لها. رواه الخمسة إلا النسائي وصححه الألباني
" penguasa adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali."
Dari penjelasan diatas jelaslah bahwa wanita yang menikah tanpa dihadiri oleh wali atau orang yang ia tunjuk untuk mewakilinya dan tanpa persetujuan wali, maka pernikahannya batal dan tidak sah. Dan bila tidak sah, maka seperti yang ditegaskan pada salah satu hadits di atas:
(فإن الزانية هي التى تزوج نفسها)
"pelacurlah yang menikahkan dirinya sendiri."
Adapun guru ngaji atau pemuka masyarakat atau direktur perusahaan atau majikan pekerjaan atau ketua penampungan dan yang serupa, maka mereka semua tidaklah berhak untuk menikahkan seorang wanita yang bukan anak atau saudaranya. Dan wanita yang telah terlanjur mereka nikahkan tanpa sepengetahuan dan persetujuan walinya (orang tua wanita tersebut) maka pernikahan tersebut tidak sah, sehingga hubungan antara wanita tersebut dengan pasangannya adalah hubungan yang haram alias zina.
Sebagaimana guru ngaji atau ketua penampungan tak ubahnya bagaikan mucikari (pengelola rumah pelacuran), karena sama-sama tidak berhak menikahkan.
Pengantin Pria Membayar Mahar/Mas Kawin Kepada Pengantin Wanita.
Pada hadits 'Aisyah semoga Allah meridhainya dinyatakan bahwa diantara kriteria pernikahan yang dibenarkan dalam islam ialah dengan ditunaikannya mas kawin/ mahar. Mas kawin merupakan pertanda bagi penghargaan kepada wanita yang dinikahi dan bukan sebagai uang sewa atau pembelian. Oleh karena itu mas kawin dalam Al Qur'an disebutkan sebagai nihlah (pemberian yang diberikan dengan penuh ketulusan).
}وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً{ النساء 4
"Dan berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh ketulusan." (An Nisa' 4)
Dan dalam hadits Nabi r bersabda:
عن أبي هريرة t قال: قال رسول الله r: (من تزوج امرأة على صداق وهو ينوي أن لا يؤديه إليها فهو زان، ومن ادان دينا وهو ينوي أن لا يؤديه إلى صاحبه فهو سارق) رواه عبد الرزاق والبزار والبيهقي وصححه الألباني.
"Dari sahabat Abu Hurairah t ia berkata: Rasulullah r bersabda: "Siapa saja yang menikahi seorang wanita dengan suatu mas kawin/ mahar, sedangkania berniat untuk tidak menunaikan kepadanya mas kawin tersebut, maka ia adalah pezina, dan barang siapa yang menghutang suatu piutang, sedangkan ia berniat untuk tidak membayar kepada pemiliknya, maka ia adalah pencuri." (Riwayat Abdurrazzaq, Al Bazzar, Al Baihaqi, dan dishahihkan oleh Al Albany.
Dalam kacamata Islam, pernikahan adalah ikatan/akad penghormatan dan penghargaan dari kedua belah pihak, dan bukan akad perniagaan. Oleh karena itu mas kawin bukanlah uang sewa atau sebagai uang pembelian, melainkan sebagai tanda penghargaan dari suami kepada istri.
Karena Mas kawin adalah sebagai simbul penghargaan, dan penghormatan, maka dalam syari'at Islam, mas kawin yang paling baik adalah yang paling mudah dan murah, sebagaimana disabdakan oleh Nabi r:
(خير الصداق أيسره) رواه الحاكم والبيهقي
"Sebaik-baik mas kawin/mahar ialah yang paling mudah/murah". (Riwayat Al Hakim dan Al Baihaqy)
Inilah pernikahan dalam Islam, suatu ikatan yang didasari oleh penghargaan, penghormatan, dan kepercayan dari kedua belah pihak. Sehingga tidak mengherankan bila setelah terjalin tali pernikahan antara dua insan, syari'at Islam mewajibkan kepada keduanya untuk menjalankan tugasnya dengan tanpa pamprih, sehingga terjalinlah hubungan yang romantis. Istri berkewajiban untuk mentaati suaminya dan suami berkewajiban untuk menafkahi, melindungi dan mendidik istri.
Rasulullah r bersabda tentang kewajiban istri kepada suaminya
(لو كنت آمرا أحدا أن يسجد لأحد لأمرت المرأة أن تسجد لزوجها ) رواه الترمذي وصححه الألباني
"Seandainya aku dibolehkan untuk memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada seseorang, niscaya aku akan perintahkan kaum istri untuk bersujud kepada suaminya." (Riwayat At Tirmizy dan dishahihkan oleh Al Albany.)
Dan tentang kewajiban suami terhadap istrinya, Rasulullah r bersabda:
(كفى بالمرء إثما أن يحبس عمن يملك قوته ) رواه مسلم
"Cukuplah bagi seseorang sebagai dosa besar, bila ia menahan nafkah orang yang di bawah kekuasaannya." (Riwayat Muslim)
Karena asas hubungan yang didasari oleh keikhlasan dan penghargaan semacam inilah, Allah menjadikan tugas yang dilakukan oleh masing-masing dari suami istri sebagai bagian dari amalan ibadah, sampai-sampai Rasulullah r bersabda:
(وفي بضع أحدكم، صدقة. قالوا يا رسول الله، أيأتي أحدنا شهوته ويكون له فيها أجر؟ قال: أرأيتم لو وضعها في حرام أكان عليه فيها وزر؟ فكذلك إذا وضعها في الحلال، كان له أجر) رواه مسلم
"Dan pada hubungan intim kalian adalah amalan shodaqoh. Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah! Bagaimana salah seorang dari kami melampiaskan syahwatnya, kok ia mendapatkan pahala? Beliau menjawab: Apa pendapatmu bila ia melampiaskannya dengan cara-cara yang haram, bukankah ia akan berdosa karenanya? Demikian juga bila ia melampiaskannya dengan cara-cara yang halal.". Riwayat Imam Muslim.
Demikian juga halnya dengan setiap kewajiban yang dijalankna oleh seorang istri kepada suaminya, bahkan ketaatan istri kepada suaminya merupakan salah satu sebab dimudahkannya ia untuk masuk surga:
(إذا صلت المرأة خمسها و صامت شهرها وحصنت فرجها وأطاعت زوجها قيل لها : (ادخلي الجنة من أي أبواب الجنة شئت) رواه أحمد والطبراني وصححه الألباني
"Bila seorang wanita menjalankan shalat lima waktu, puasa bulan ramadhan, menjaga kemaluannya (tidak berzina) dan taat kepada suaminya, kelak akan dikatakan kepadanya: "Masuklah ke surga dari pintu-pintu surga yang engkau suka". Riwayat Ahmad, At Thabrany dan dishahihkan oleh Al Albany.
Demikianlah hubungan yang romantis, dan tulus, sehingga dengan hubungan yang indah ini, akan tercapai keluarga yang damai sejah tera. Dan kisah berikut adalah salah satu gambaran nyata dari hubungan suami istri yang romantis:
عن عكرمة عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: إني لأحب أن أتزين للمرأة كما أحب أن تتزين لي، لأن الله عز وجل يقول: } وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوف {وما أحب أن أستنطف جميع حق لي عليها لأن الله عز وجل يقول } وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ {. رواه ابن أبي شيبة والبيهقي
"Dari Ikrimah ia mengisahkan dari sahabat Ibnu Abbas –semoga Allah meridhai keduanya- bahwasannya beliau berkata: "Sungguh aku suka berdandan dihadapan istriku, sebagaimana aku suka bila ia berdandan dihadapanku. Yang demikian itu karena Allah Azza wa Jalla berfirman: "Dan para wanita/istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf (baik)." Dan saya tidak ingin menuntut seluruh hak-ku atasnya, karena Allah Azza wa Jalla berfirman: "Akan tetapi para suami, mempunyai suatu tingkat kelebihan daripada istrinya." (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dan Al Baihaqy)
Pernikahan Diumumkan Di Masyarakat.
Diantara kriteria pernikahan yang selaras dengan syari'at islam ialah: pernikahan dilangsungkan dihadapan para saksi atau dengan diumumkan kepada masyarakat melalui pesta pernikahan. Tuntunan ini guna menjaga kehormatan tali pernikahan yang telah terjalin antara pria dan wanita. Sebab bila masyarakat telah mengetahui bahwa seorang wanita telah dinikahi oleh seorang pria, maka tidak akan ada lagi pria lain yang melamarnya, atau ceroboh menggodanya dst. Dan bila dikemudian hari wanita tersebut hamil dan melahirkan anak, tidak ada orang yang meragukan status kehamilan dan anaknya tersebut. Oleh karena itu Rasulullah r benar-benar menekankan akan pentingnya pesta pernikahan, sampai-sampai beliau bersabda:
(فصل ما بين الحلال والحرام الصوت بالدف) رواه أحمد والترمذي والنسائي وابن ماجة والحاكم
"Perbedaan antara perbuatan halal (pernikahan) dari perbuatan haram (perzinaan) ialah dengan ditabuhnya rebana." (Riwayat Ahmad, At Tirmizy, An Nasa'i, Ibnu Majah dan Al Hakim.
Dan ketika ada salah seorang sahabat Nabi yang menikah, yaitu sahabat Abdurrahman bin Auf t , beliau memerintahkannya untuk membuat pesta walimah, sebagaimana yang dikisahkan dalam riwayat berikut:
عن أنس بن مالك t أن النبي r رأي على عبد الرحمن بن عوف أثر صفرة، فقال: ما هذا؟ قال: يا رسول الله إني تزوجت امرأة على وزن نواة من ذهب. قال: (فبارك الله لك، أولم ولو بشاة) متفق عليه
"Dari sahabat Anas bin Malik t, bahwasannya pada suatu hari Nabi r menyaksikan pada diri Abdurrahman bin 'Auf terdapat bekas minyak Za'faran, maka Beliau bertanya: Apakah ini? Sahabat Abdurrahman-pun menjawab: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku telah menikahi seorang wanita dengan mas kawin berupa emas seberat biji kurma. Beliau bersabda: Semoga Allah melimpahkan keberkahan kepadamu. Buatlah pesta walimah walau hanya dengan menyembelih seekor kambing." Muttafaqun 'alaih.
4. Pasangan Yang Shaleh dan Shalehah.
Pernikahan adalah suatu akad yang menyatukan antara dua insan dengan ikatan yang suci. Oleh karena itu Islam memerintahkan umatnya untuk selektif dalam menentukan pilihan, agar pernikahan yang mereka jalin benar-benar menjadi nikmat dan keberkahan dalam hidup. Dan agar pernikahan yang mereka jalin benar-benar menjadi salah satu tanda akan ke-Agungan dan ke-Esaan Allah, sebagaimana yang Allah firmankan:
} وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ { الروم 21
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu menyatu dan merasa tentram kepadanya. Dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (Ar Rum 21).
Oleh karena itu Rasulullah r ketika menjelaskan kepada umatnya tentang berbagai alasan yang dijadikan masyarakat sebagai standar dalam menentukan pasangan hidup/istri, beliau menganjurkan agar faktor iman dan ketakwaan sebagai standar utama dalam menentukan pilihan. Beliau r bersabda:
(تنكح المرأة لأربع لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك) متفق عليه
"Wanita itu (biasanya) dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena nasabnya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka hendaknya engkau memilih wanita yang beragama (bertakwa), niscaya engkau akan beruntung." Muttafaqun 'alaih.
Diantara kriteria wanita yang shaleh ialah sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Ta'ala berikut:
}الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ{
"Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (kaum lelaki) atas sebagian yang lainnya (kaum wanita), dankarena mereka (kaum lelaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shaleh ialah yang ta'at (kepada Allah Ta'ala dan kepada suaminya) lagi memelihara diri ketika suaminya sedang tidak ada, berikat pemeliharaan Allah terhadap mereka ." An Nisa' 34.
Pada suatu hadits, Rasulullah r lebih merinci tentang kriteria wanita shaleh, yang layak untuk dijadikan pasangan hidup:
(خير النساء التي إذا نظرت إليها سرتك، وإذا أمرتها أطاعتك وإذا غبت عنها حفظتك في نفسها ومالك) قال: وتلا هذه الآية }الرجال قوامون على النساء ...{ الى آخر الآية. رواه ابن جرير وأبو داود الطيالسي والحاكم
"Sebaik-baik wanita ialah wanita yang bila engkau memandang kepadanya, ia akan membuatmu senang, dan bila engkau memerintahnya niscaya ia mentaatimu, dan bila engkau meninggalkannya, ia menjaga kehormatanmu dalam hal yang berikaitan dengan dirinya dan hartamu. Dan kemudian Rasulullah r membaca ayat berikut, yang artinya: ""Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, …"hingga akhir ayat." Riwayat Ibnu jarir, Abu Dawud At Thoyalisy dan Al Hakim.
Demikian juga halnya dengan kriteria pasangan pria, Rasulullah r mengajarkan agar standar pilihannya ialah kesholehan dan akhlaq yang mulia:
(إذا خطب إليكم من ترضون دينه وخلقه فزوجوه، إلا تفعلوا تكن فتنة في الأرض وفساد عريض) رواه الترمذي وسعيد بن منصور والطبراني والبيهقي وحسنه الألباني
"Bila telah datang (untuk melamar) kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan perangainya (akhlaqnya), maka nikahkanlah dia, bila kalian tidak melakukannya, niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang merajalela." Riwayat At Tirmizy, Sa'id bin Mansur, At Thabrany, Al Baihaqy dan dihasankan oleh Al Albany
Sebagian ulama' menjelaskan maksud dari fitnah dan kerusakan yang disebutkan dalam hadits dengan berkata: "Yang demikianitu karena bila kalian tidak akan menikahkan wanita-wanita kalian melainkan dengan orang yang kaya, berkedudukan, maka akan menyebabkan kebanyakan wanita-wanita kalian tidak bersuami dan kebanyakan lelaki kalian tidak beristri, dan kemudian merajalelalah perzinaan. Dan bisa saja para wali merasa dipermalukan, sehingga timbullah fitnah (peperangan) dan kekacauan. Bila demikian, maka kesinambungan generasi penerus akan terancam, berkurang jumlah orang shaleh, dan juga orang-orang yang menjaga kehormatannya.".([4])
Bila islam mengajarkan agar senantiasa memilih pasangan hidup yang sholeh dan shalihah, maka sebaliknya Islam juga memperingatkan umatnya agar tidak memilih pasangan hidup yang tidak baik. Hal ini karena pilihan adalah standar jati diri seseorang, Allah Ta'ala berfirman:
}الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ { النور 26
"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula) dan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik( pula)." An Nur 26.
Sebagian ulama' ahli tafsir menafsirkan: ayat ini bahwa ada kaitannya dengan ayat ke-3 dari surat yang sama, yaitu firman Allah Ta'ala:
} الزَّانِي لَا يَنكِحُ إلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ { النور 3
"Lelaki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh lelaki yang berzina atau lelaki yang musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang beriman." An Nur 3. Sehingga penafsiran ayat ini menunjukkan bahwa lelaki yang tidak baik adalah pasangannya wanita yang tidak baik pula, dan sebaliknya wanita yang tidak baik adalah pasangannya orang yang tidak baik pula. Dan haram hukumnya bagi lelaki baik atau wanita baik untuk menikahi wanita atau lelaki yang tidak baik.([5])
Sebagian ulama' menjabarkan penafsiran ini dengan lebih jelas lagi: Barang siapa yang menikahi wanita pezina yang belum bertaubat, maka ia telah meridhai perbuatan zina, dan orang yang meridhai perbuatan zina seakan ia telah berzina. Dan bila seorang lelaki rela bila istrinya berzina dengan lelaki lain, maka akan lebih ringan baginya untuk berbuat zina. Bila ia tidak cemburu ketika mengetahui istrinya berzina, maka akankah ada rasa sungkan di hatinya untuk berbuat serupa?! Dan wanita yang rela bila suaminya adalah pezina yang belum bertaubat, maka berarti ia juga rela dengan perbuatan tersebut, dan barang siapa yang rela dengan perbuatan zina, maka ia seakan-akan telah berzina. Dan bila seorang wanita rela bila suaminya merasa tidak puas dengan dirinya, maka ini pertanda bahwa iapun melakukan hal yang sama. Dan ini merupakan sunnatullah di alam semesta ini: balasan suatu amalan adalah amalan serupa. Dalam suatu pepatah dinyatakan
عفوا تعف نساؤكم وأبناؤكم وبروا أباءكم يبركم أبناؤكم
Jagalah dirimu niscaya istri dan anakmu mu akan menjaga dirinya dan berbaktilah kepada orang tuamu, niscaya anakmu akan berbakti kepadamu."([6])
Dan dalam pepatah arab lainnya dinyatakan:
الزنا دين قضاؤه في أهلك
"Perbuatan zina adalah suatu piutang, dan tebusannya ada pada keluargamu."
Dan pada hadits berikut terdapat suatu isyarat yang menguatkan keterangan ulama' di atas:
عن أبي أمامة t قال : إن فتى شابا أتى النبي r فقال : يا رسول الله ! ائذن لي بالزنى. فأقبل القوم عليه فزجروه وقالوا مه مه ! فقال : (ادنه. فدنا منه قريبا. قال: فجلس. قال: أتحبه لأمك ؟ قال : لا والله، جعلني الله فداك . قال : ولا الناس يحبونه لأمهاتهم . قال: أفتحبه لابنتك ؟ قال : لا والله يا رسول الله ! جعلني الله فداك . قال : ولا الناس يحبونه لبناتهم . قال أتحبه لأختك ؟ قال: لا والله جعلني الله فداك. قال: ولا الناس يحبونه لأخواتهم . قال أتحبه لعمتك ؟ قال : لا والله جعلني الله فداك . قال: ولا الناس يحبونه لعماتهم . قال أتحبه لخالتك ؟ قال : لا والله جعلني الله فداك . قال: ولا الناس يحبونه لخالاتهم . قال: فوضع يده عليه وقال : اللهم اغفر ذنبه وطهر قلبه وحصن فرجه) . فلم يكن بعد ذلك الفتى يلتفت إلى شيء. رواه أحمد والطبراني والبيهقي وصححه الألباني
"Dari sahabat Abu Umamah t, ia mengisahkan: "Ada seorang pemuda yang datang kepada Nabi r lalu ia berkata: Wahai Rasulullah! Izinkanlah aku untuk berzina. Maka sepontan seluruh sahabat yang hadir menoleh kepadanya dan menghardiknya, sambil berkata kepadanya: Apa-apaan ini! Kemudian Rasulullah bersabda kepadanya: "Mendekatlah", maka pemuda itupun mendekat ke sebelah beliau, lalu ia duduk. Rasulullah r kemudian besabda kepadanya: "Apakah engkau suka bila perbuatan zina menimpa ibumu? Pemuda itu menjawab: Tidak, sungguh demi Allah. Semoga aku menjadi tebusanmu. Rasulullah r bersabda: Demikian juga orang lain tidak suka bila itu menimpa ibu-ibu mereka. Rasulullah r kembali bertanya: Apakah engkau suka bila perbuatan zina menimpa anak gadismu? Ia menjawab: Tidak, sungguh demi Allah. Semoga aku menjadi tebusanmu, Rasulullah r menimpalinya: Demikian juga orang lain tidak suka bila itu menimpa anak gadis mereka. Kemudian beliau bertanya lagi: Apakah engkau suka bila perbuatan zina menimpa saudarimu? Ia menjawab: Tidak, sungguh demi Allah. Semoga aku menjadi tebusanmu. Rasulullah r menimpalinya: Demikian juga orang lain tidak suka bila itu menimpa saudari mereka. Rasulullah kembali bertanya: Apakah engkau suka bila perbuatan zina menimpa saudari ayahmu (bibikmu)? Ia menjawab: Tidak, sungguh demi Allah. Semoga aku menjadi tebusanmu. Rasulullah r menimpalinya: Demikian juga orang lain tidak suka bila itu menimpa saudari ayah mereka. Rasulullah kembali bertanya: Apakah engkau suka bila perbuatan zina menimpa saudari ibumu (bibikmu)? Ia menjawab: Tidak, sungguh demi Allah. Semoga aku menjadi tebusanmu. Rasulullah r menimpalinya: Demikian juga orang lain tidak suka bila itu menimpa saudari ibu mereka. Kemudian Rasulullah r meletakkan tangannya di dada pemuda tersebut, lalu berdoa: "Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan lindungilah kemaluannya." Maka semenjak hari itu, pemuda tersebut tidak pernah menoleh ke sesuatu hal (tidak pernah memiliki keinginan untuk berbuat serong). " Riwayat Ahmad, At Thabrani, Al Baihaqy dan dishahihkan oleh Al Albany.
Rasulullah r pada kisah ini mengingatkan pemuda tersebut agar memperlakukan orang lain dengan perilaku yang baik dan ia sukai bila perilaku tersebut mengenai dirinya. Dan beliau menjelaskan bahwa setiap wanita yang akan ia zinai, memiliki ayah atau saudara laki-laki, atau kerabat laki-laki atau suami, dan mereka semua pasti tidak rela bila anak atau saudara wanitanya atau istrinya dizinai oleh seseorang, sebagaimana iapun tidak suka bila perbuatan zina tersebut menimpa anak atau saudara wanitanya atau istrinya. Sehingga pada kisah ini terdapat isyarat bahwa bila kita tidak menjaga perasaan orang lain yaitu dengan menzinai anak atau saudara wanita mereka, maka tidak mengherankan bila pada suatu saat ada oranag lain yang memperlakukan kita dengan perilaku yang serupa.
Oleh karena itu hendaknya masing-masing dari kita bertanya kepada hati nurani masing-masing: Relakah anda bila anak gadismu, atau saudara wanitamu atau ibumu dizinai oleh orang lain? Bila tidak rela, maka janganlah anda berzina dengan anak atau seudara wanita orang lain atau ibu orang lain.
Dan bila anda telah tega menzinai anak atau saudara wanita atau ibu seseorang, maka semenjak itu ingatlah selalu bahwa pada suatu saat perbuatan yang serupa akan menimpa anak gadis anda atau saudara wanita anda atau bahkan ibu anda.
Diantara kriteria pasangan yang shaleh ialah bila ia tidak rela untuk menjalin hubungan dengan lelaki yang bukan mahramnya dengan ikatan selain pernikahan, misalnya dengan berpacaran atau kenalan atau yang serupa. Perbuatan ini tidak diragukan lagi telah menodai kehormatan dan kepribadian seorang wanita muslimah yang baik, sekaligus mencerminkan rendahnya harga dirinya. Sebagaimana perbuatan ini nyata-nyata diharamkan dalam syari'at Islam. Rasulullah r bersabda:
(لا يخلون رجل بامرأة إلا ومعها ذو محرم) متفق عليه
"Janganlah sekali-kali seorang lelaki berada disuatu tempat berduaan dengan seorang wanita, melainkan bila wanita tersebut ditemani oleh mahramnya." Muttafaqun 'alaih. Dan pada hadits lain beliau menyatakan:
(ألا لا يخلون رجل بامرأة إلا كان ثالثهما الشيطان) رواه أحمد والترمذي وصححه الألباني
"Ketahuilah, tidaklah sekali-kali seorang lelaki berada disuatu tempat berduaan dengan seorang wanita, melainkan setan akan menjadi orang ketiganya." Riwayat Ahmad, At Tirmizy dan dishahihkan oleh Al Albany.
Bila setiap wanita berfikir jernih dan jauh dari bisikan setan dan dorongan nafsu birahinya, niscaya ia tidak akan pernah sudi untuk diajak berpacaran oleh seorang lelaki. Hal ini dikarenakan –biasanya- alasan orang yang berpacaran ialah untuk saling menjajagi atau mencoba. Bukankah alasan ini adalah sama saja menghinakan kaum wanita, sehingga memposisikannya bak barang dagangan, sehingga bisa dicoba dulu, bila cocok maka jadi dibeli dan bila tidak maka dikembalikan begitu saja. Penjajagan dan percobaan dengan cara bergandengan tangan, berduaan ditempat yang jauh dari pandangan orang lain, bahkan mungkin sampai melakukan perbuatan yang nyata-nyata tidak dibenarkan dalam islam, misalnya berpelukan, dan bahkan mungkin berciuman, dan tidak jarang sampai melakukan perzinaan besar layaknya suami dan istri. Na'uzubillahi min zalika.
Betapa banyak wanita yang setelah sekian lama berpacaran dan dicoba berbagai hal yang ada pada dirinya, kemudian dicampakkan serta ditinggalkan?. Dan betapa banyak lelaki yang berpacaran dengan sekian banyak wanita, semuanya ia lakukan dengan alasan saling menjajagi dan mengenal?. Bila halnya demikian ini, maka apa bedanya wanita-wanita tersebut dengan barang dagangan, yang dengan bebas dapat dicoba dan dijajaginya oleh setiap orang yang ingin membelinya ?!
Akankan kepribadian, kehormatan dan keluhuran diri seorang wanita dapat terjaga setelah sekian lama ia dijajagi oleh seorang lelaki atau bahkan oleh sekian lelaki?! Sadarlah wahai saudaraku, renungkanlah hal ini dengan hati yang jujur dan bersih dari godaan hawa nafsu, niscaya anda akan dapat memahaminya dengan baik.
Pertanyaan selanjutnya yang semestinya senantiasa diingat-ingat oleh setiap muslim yang mendambakan keluarga yang damai, tentram dan bahagia: Mungkinkah keluarga yang damai dan diberkahi Allah Ta'ala akan dapat dicapai bila benih-benih rumah tangga kita dibangun dengan cara-cara yang haram semacam ini?
Bila Islam melarang umatnya untuk menikahi orang yang tidak baik akhlaqnya, walaupun ia adalah seorang muslim atau muslimah, maka sudah barang tentu Islam melarang umatnya untuk menikahi orang-orang musyrik.
} وَلاَ تَنكِحُواْ الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلاَ تُنكِحُواْ الْمُشِرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُواْ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُوْلَـئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللّهُ يَدْعُوَ إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ { البقرة 221
"Dan janganlah engkau menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman . Sesungguhnya wanita budak yang beriman lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia menawan hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukminah) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang beriman lebih baik dari lelaki musyrik, walaupun ia menawan hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga, dan ampunan-Nya dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia, supaya mereka mengambil pelajaran." Al Baqarah 221.
Tujuan Pernikahan Dalam Islam.
Setiap orang ketika melakukan suatu pekerjaan, biasanya memiliki maksud dan tujuan tertentu yang hendak ia capai dengannya. Bahkan Syari'at Islam menjadikan tujuan suatu perbuatan dan ucapan, sebagai tolok ukur bagi mutu keislaman seseorang. Bila tujuan suatu perbuatan adalah baik, dan berguna bagi pelakunya, maka itu merupakan pertanda bahwa keislaman pelakunya baik pula. Dan sebaliknya bila tujuan suatu perbuatan atau ucapan buruk atau bahkan pelkunya ketika melakukan hal tersebut tidak memiliki maksud dan tujuan tertentu yang hendak ia capai darinya, maka ini pertanda bahwa mutu keislamannya kurang baik. Oleh karena itu Rasulullah r bersabda:
(من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه) رواه أحمد والترمذي وابن ماجة وصححه الألباني
"Diantara tanda kebaikan islam seseorang ialah bila ia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi dirinya." Riwayat Ahmad, At Tirmizy, Ibnu Majah dan Dishahihkan oleh Al Albany
Oleh karenanya, tidak mengherankan bila Islam melalui syari'at pernikahan mengajarkan umatnya agar menjadikan pernikahan sebagai sarana untuk mencapai berbagai tujuan mulia nan agung. Tujuan yang berguna bagi orang yang menikah, keluarga, masyarakat bahkan agamanya, baik di dunia ataupun di akhirat. Karena terlalu banyaknya tujuan pernikahan, sampai-sampai Allah Ta'ala menjadikannya sebagai salah satu pertanda akan ke-Agungan dan ke-Esaan-Nya.
} وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ { الروم 21
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu menyatu dan merasa tentram kepadanya. Dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (Ar Rum 21).
Dan sampai-sampai Allah Ta'ala -kelak pada hari qiyamat- akan memurkai orang-orang kafir, akibat pernikahan mereka di dunia tidak dapat membawa mereka kepada keimanan serta keta'atan kepada Allah Ta'ala:
عن أبي هريرة قال قال رسول الله r: (....فيلقى (الرب) العبدَ فيقول: أي فل، ألم أكرمك؟ ألم أسودك؟ ألم أزوجك؟ ألم أسخر لك الخيل والإبل وأتركك ترأس وتربع؟ قال: فيقول: بلى يا رب. قال: فظننت أنك ملاقي؟ قال: لا يا رب. قال: فاليوم أنساك كما نسيتني. رواه ابن حبان وعبد الله بن الإمام أحمد وصححه ابن كثير.
"Dari sahabat Abu Hurairah ia menuturkan: Rasulullah r bersabda: "…Kemudian Allah menemui hamba-hamba-Nya, dan berfirman kepadanya: Wahai fulan, Bukankah Aku telah memuliakanmu? bukankah Aku telah menjadikanmu pemimpin?Bukankah Aku telah menikahkanmu? Bukankah Aku telah menundukkan untukmu kuda dan onta, dan Aku membiarkanmu menguasai dan berbuat sekehendakmu? Hamba tersebut menjawab: Benar, Ya Allah! Allah menimpalinya: Lalu apakah engkau beriman bahwa engkau akan menghadap kepada-Ku? Hamba itupun menjawab: Tidak, ya Allah. Allah berfirmankepadanya: Maka, pada hari ini Aku melupakanmu sebagaimana engkau telah melupakan-Ku." Riwayat Ibnu Hibban, Abdullah bin Imam Ahmad, dan dishahihkan oleh Ibnu Katsir.
Berangkat dari hal ini, alangkah perlunya bagi setiap muslim untuk mengkaji dan mengetahui tujuan pernikahan dalam islam, agar kemudian kita berjuang mewujudkannya. Dan berikut akan saya sebutkan beberapa tujuan utama pernikahan dalam islam:
Tujuan pertama: Menjaga Diri Dari Perbuatan Maksiat.
Agama Islam adalah agama yang tidak pernah bertentangan dengan sesuatu hal yang bersifat alami. Oleh karena itu syari'at Islam akan senantiasa selaras dengan fitrah manusia normal. Dan diatara bukti keselarasan tersebut disyari'atkannya pernikahan. Yang demikian itu karena manusia diciptakan didunia ini dalam keadaan memiliki kebutuhan biologis, kebutuhan akan makan, minum, tidur, dan kebutuhan seksual dst. Berbagai kebutuhan biologis manusia normal ini tidaklah pernah dihapuskan atau dilalaikan dalam islam, akan tetapi diatur sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan tujuan utama diciptakannya manusia di dunia ini, yaitu beribadah kepada Allah. Bahkan pemenuhan terhadap berbagai kebutuhan tersebut menjadi bagian dari ketaatan kepada Allah Ta'ala dan rasul-Nya r.
عن عون بن أبي جحيفة عن أبيه قال: آخى النبي e بين سلمان وأبي الدرداء، فزار سلمان أبا الدرداء، فرأى أم الدرداء متبذلة، فقال لها: ما شأنك؟ قالت: أخوك أبو الدرداء ليس له حاجة في الدنيا، فجاء أبو الدرداء فصنع له طعاما، فقال: كل. قال: فإني صائم. قال: ما أنا بآكل حتى تأكل. قال: فأكل، فلما كان الليل، ذهب أبو الدرداء يقوم، قال: نم، فنام، ثم ذهب يقوم، فقال: نم، فلما كان من آخر الليل، قال سلمان: قم الآن فصليا، فقال له سلمان: إن لربك عليك حقا ولنفسك عليك حقا ولأهلك عليك حقا، فأعط كل ذي حق حقه. فأتى النبي e، فذكر ذلك له، فقال النبي e: صدق سلمان. رواه البخاري
"Diriwayatkan dari 'Aun bin Abi Juhaifah, dari ayahnya, ia mengkisahkan: Nabi e menjalinkan tali persaudaraan antara sahabat Salman (Al Farisy) dengan sahabat Abud Darda', maka pada suatu hari sahabat Salman mengunjungi sahabat Abu Darda', kemudian ia melihat Ummu darda' (istri Abu Darda' dalam keadaan tidak rapi, maka ia (sahabat Salman) bertanya kepadanya: Apa yang terjadi pada dirimu? Ummu Darda'-pun menjawab: Saudaramu Abu Darda' sudah tidak butuh lagi kepada (wanita yang ada di) dunia. Maka tatkala Abud Dardda' datang, iapun langsung membuatkan untuknya (sahabat Salman) makanan, kemudian sahabat Salmanpun berkata: Makanlah (wahai Abu Darda') Maka Abud Darda' pun menjawab: Sesungguhnya aku sedang berpuasa. Mendengar jawabannya sahabat Salman berkata: Aku tidak akan makan, hingga engkau makan, makaAbud Darda'pun akhirnya makan. Dan tatkala malam telah tiba, Abud Darda' bangun (hendak shalat malam, melihat yang demikian, sahabat Salman) berkata kepadanya: Tidurlah, maka iapun tidur kembali, kemudian ia kembali bangun, dan sahabat Salmanpun kembali berkata kepadanya: tidurlah. Dan ketika malam telah hampir berakhir, sahabat Salman berkata: Nah, sekarang bangun, dan shalat (tahajjud). Kemudian Salman menyampaikan alasannya dengan berkata: Sesungguhnya Tuhan-mu memiliki hak atasmu, dan dirimu memiliki hak atasmu, dan keluargamu juga memiliki hak atasmu, maka hendaknya engkau tunaikan setiap hak kepada pemiliknya. Kemudian sahabat Abud Darda' datang kepada Nabi e dan ia menyampaikan kejadian tersebut kepadanya, dan Nabi e menjawabnya dengan bersabda: Salman telah benar. (HRS Bukhary).
Dan dalam kaitannya dengan permasalahan yang menjadi tema pembicaraan kita, syari'at islam mengajarkan agar umatnya menjadikan pernikahan sebagai sarana pelampiasan terhadap kebutuhan biologis seksual dengan cara-cara yang baik. Sehingga bila kebutuhan biologis ini dapat terpenuhi, maka seseorang –dengan izin Allah- akan dapat menjaga dirinya dari perbuatan yang melanggar syari'at. Oleh karenanya Rasulullah r berwasiat kepada para pemuda:
(يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج، ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء) متفق عليه
"Wahai para pemuda, barang siapa dari kamu telah mampu memikul tanggul jawab keluarga, hendaknya segera menikah, karena dengan pernikahan engkau lebih mampu untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluanmu. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa itu dapat mengendalikan dorongan seksualnya." Muttafaqun 'alaih
Dan pada hadits lain, Rasulullah r bersabda:
(ثلاثة حق على الله عونهم: المجاهد في سبيل الله، والمكاتب الذي يريد الأداء، والناكح الذي يريد العفاف) رواه الترمذي وقال حديث حسن صحيح، وابن حبان والحاكم وحسنه الألباني
"Tiga golongan manusia yang layak untuk ditolong oleh Allah: Seorang pejuang (mujahid) di jalan Allah, seorang budak yang berjanji menebus dirinya dengan niat ia akan memenuhi tebusannya, dan orang yang menikah agar dapat menjaga dirinya." Riwayat At Tirmizy dan ia menyatakan: Hadits ini adalah hadits hasan lagi shahih, dan diriwayatkan juga oleh Ibnu Hibban, Al Hakim dan dihasankan oleh Al Albany.
Bahkan Allah Ta'ala menjadikan tujuan ini sebagai syarat dihalalkannya pernikahan:
}وَأُحِلَّ لَكُم مَّا وَرَاء ذَلِكُمْ أَن تَبْتَغُواْ بِأَمْوَالِكُم مُّحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ{ النساء 24
"Dan dihalalkan bagimu wanita-wanita yang selain demikian (selain wanita-wanita yang telah disebutkan pada ayat sebelumnya) yaitu mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina." An Nisa' 24.
Tujuan Kedua: Mengamalkan Ajaran Nabi r.
Sebagaimana diatas telah dinukilkan kisah yang diriwayatkan oleh sahabat, Rasulullah r mengajarkan kepada umatnya untuk menikah, maka diantara tujuan menikah ialah meniru dan menjalankan syari'at dan ajaran beliau r. Oleh karena itu beliau r mengingkari keinginan sebagian sahabatnya yang hendak meninggalkan ajaran ini, bahkan beliau r menyatakan bahwa siapa saja yang tidak suka dengan ajaran ini yaitu pernikahan, maka ia tidak termasuk ke dalam ummat beliau r.
عن أنس t أن نفرا من أصحاب النبي r سألوا أزواج النبي r عن عمله في السر، فقال بعضهم: لا أتزوج النساء، وقال بعضهم: لا آكل اللحم، وقال بعضهم: لا أنام على فراش. فحمد الله وأثنى عليه فقال: ما بال أقوام قالوا كذا وكذا، لكني أصلي وأنام، وأصوم وأفطر، وأتزوج النساء، فمن رغب عن سنتي فليس مني) متفق عليه
"Diriwayatkan dari sahabat Anas t, ia mengisahkan: bahwasannya sebagian sahabat nabi r bertanya kepada istri-istri Nabi r tentang amalan ibadah beliau ketika berada dalam rumah, kemudian sebagai dari mereka (sahabat yang bertanya): Aku tidak akan menikahi seorang wanita, sebagian lagi berkata: Aku tidak akan makan daging, sebagian lagi berkata: Aku tidak akan tidur di atas tempat tidur (shalat malam terus menerus). Maka Rasulullah r memuji dan menyanjung Allah, lalu bersabda kepada para sahabatnya: Mengapa sebagian dari orang ada yang berkata demikian dan demikian?! Akan tetapi aku menjalankan shalat (malam), dan juga tidur, berpuasa dan juga (kadang kala) tidak berpuasa (sunnah), dan aku juga menikahi wanita, maka barang siapa yang tidak suka dengan ajaranku, maka ia tidaklah termasuk dalam ummatku." Muttafaqun 'alaih
Sebagaimana diantara ajaran beliau ialah hendaknya kita selalu memperlakukan orang lain dengan perilaku yang mulia dan terpuji, yang bila kita diperakukan oleh orang lain dengan perilaku tersebut kita merasa suka.
(فمن أحب أن يزحزح عن النار ويدخل الجنة فلتأته منيته وهو يؤمن بالله واليوم الآخر وليأت إلى الناس الذي يحب أن يؤتى إليه) رواه مسلم
"Barang siapa yang menginginkan untuk dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke surga, maka hendaknya ia mati dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir dan memperlakukan orang lain dengan perilaku yang ia suka bila ia diperlakukan dengannya." Riwayat Muslim.
Dan dalam hal berkenaan dengan hubungan kaum lelaki dan wanita, sudah barang tentu kita tahu dan yakin bahwa setiap orang suka bila anak gadisnya atau saudaranya dinikahi dengan cara-cara yang terhormat dan benar menurut agama, serta terhindar dari perbuatan hina, yaitu berupa kawin lari atau perzinaan.
Tujuan Ketiga : Memperbanyak Jumlah Ummat Islam.
Adalah suatu hal yang lazim terjadi dari pernikahan adalah dilahirkannya keturunan yang diatas punggung merekalah terletak tanggung jawab perjuangan, dakwah, pembelaan terhadap negara dan agama. Sebab dengan jumlah ummat yang banyak, maka kekuatan ummat islam akan bertambah, baik kekuatan militer, ekonomi, dll. Oleh karena itu musuh-musuh islam dimana saja dengan gencarnya melancarkan program KB (Keluarga Berencana), dan juga berbagai makar guna membatasi pertumbuhan dan mengurangi jumlah umat Islam.
Sebagaimana dengan jumlah ummat yang banyak, berati ummat yang menjalankan misi dan tujuan dari diciptakannya dunia ini semakin banyak. Sebagaimana dengan bertambah banyaknya jumlah umat islam rasa keterasingan di masyarakat akan dapat disirnakan, sehingga umat islam akan semakin ringan dan mudah dalam menjalankan ibadah mereka kepada Allah. Oleh karena itu kita dapat merasakan bahwa puasa ramadhan, lebih ringan pelaksanaannya dibanding puasa sunnah, sebab ketika puasa ramadhan, seluruh anggota masyarakat secara bersama-sama menjalankannya, beda halnya dengan puasa sunnah, demikian juga halnya dengan ibadah-ibadah lainnya.
Sebagaimana dengan pernikahan yang kemudian melahirkan anak keturunan, kita berarti sedang berupaya mewujudkan keinginan Nabi r, yaitu berbangga-bangga dihadapan para nabi lainnya kelak pada hari qiyamat.
(تزوجوا الودود الولود فإني مكاثر بكم الأمم يوم القيامة) أخرجه أحمد وابن حبان والطبراني وصححه الألباني
"NIkahilah wanita-wanita yang bersifat penyayang dan subur (banyak anak), karena aku akan berbangga-bangga dengan (jumlah) kalian dihadapan umat-umat lainnya kelak pada hari qiyamat." (Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban, At Thabrany dan dishahihkan oleh Al Albany.
Tujuan Keempat : Mebina Rumah Tangga Yang Islami & Menerapkan Syari'at.
Rumah tangga adalah suatu tatanan masyarakat kecil yang terdiri dari suami, istri dan anak, dan dari keluarga inilah penerapan syariat dimulai. Setiap anggota keluarga bahu membahu dalam menanamkan keimanan kepada Allah Ta'ala dan Rasul-Nya, mentumbuh suburkan pengamalan syari'at dan memerangi kemungkaran. Dengan demikian bila jumlah keluarga yang benar-benar telah menegakkan syari'at telah banyak, maka suatu saat dari komunitas tersebut akan terbentuklah suatu tatanan masyarakat yang islami. Dan dari tatanan masyarakat yang islami itulah akan muncul tokoh-tokoh masyarakat yang akan memperjuangkan kebenaran, baik melalui tulisan, tindakan, pendanaan, kekuatan fisik dan lain-lainnya. Demikianlah sunnatullah dalam menegakkan syari'at, yaitu dimulai dari penegakan syari'at pada diri sendiri, kemudian dilanjutkan penagakan syari'at dalam keluarga:
}يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ { التحريم 6.
"Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakaranya adalah manusia dan batu; penjaganya mailakt-malaikat yang kasar yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." At Tahrim 6.
Dan Rasulullah r dalam beberapa haditsnya juga menegaskan hal yang serupa, diantaranya sebagaimana pada sabda beliau berikut ini:
(ألا كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته، فالأمير الذي على الناس راع وهو مسئول عن رعيته، والرجل راع على أهل بيته وهو مسئول عنهم، والمرأة راعية على بيت بعلها وولده وهي مسئولة عنهم) متفق عليه
"Ketahuilah bahwa setiap orang kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyaknya, seorang amir (penguasa) yang membawahi masyarakat adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyaknya, dan seorang lelaki adalah pemimpin atas anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyaknya, dan seorang wanita adalah pemimpin atas rumah tangga suami dan anaknya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyaknya." Muttafaqun 'alaih.
Sebagaimana islam juga memberikan ancaman yang keras kepada lelaki yang membiarkan perbuatan keji (perzinaan) terjadi dalam keluarganya:
عن عبد الله بن عمر t أن رسول الله r قال: (ثلاثة قد حرم الله عليهم الجنة مدمن الخمر والعاق والديوث الذي يقر في أهله الخبث) رواه أحمد والنسائي وصححه الألباني
"Dari sahabat Abdullah bin Umar t, bahwasannya Rasulullah r bersabda: "Tiga golongan manusia yang Allah haramkan atas mereka untuk masuk surga: orang yang kecanduan minum khamer, orang yang durhaka kepada orang tuanya, dan lelaki yang membiarkan perbuatan keji dalam keluarganya." Riwayat Ahmad, An Nasa'i dan dishahihkan oleh Al Albany.
Diantara gambaran nyata penegakkan syari'at dalam kehidupan rumah tangga ialah apa yang disebutkan dalam hadits berikut:
وعن أبي هريرة tقال: قال رسول الله r: (رحم الله رجلا قام من الليل فصلى وأيقظ امرأته، فإن أبت نضح في وجهها الماء، ورحم الله امرأة قامت من الليل فصلت وأيقظت زوجها فإن أبى نضحت في وجهه الماء) رواه أبو داود والنسائي وابن ماجة وابن خزيمة وابن حبان والحاكم وحسنه الألباني
"Dari sahabat Abu Hurairah t ia menuturkan: Rasulullah r bersabda: "Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun malam, lalu shalat dan membangunkan istrinya, bila ia enggan maka ia menciprati wajahnya dengan air, dan semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun malam kemudian shalat dan membangunkan suaminya, bila ia enggan, maka ia menciprati wajahnya dengan air." Riwayat Abu Dawud, An Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al Hakim dan dihasankan oleh Al Albany).
Bila penegakan syari'at pada diri sendiri dan keluarga telah dilaksanakan dengan baik, maka barulah upaya penegakan syari'at dalam lingkup masyarakat yang lebih luas, yang mencakup sanak saudara dan berlanjut kepada masyarakat sekitar dan seterusnya. Allah Ta'ala berfirman:
}وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَـئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ { التوبة 71
"Dan orang-oang yang beriman lelaki dan perempuan sebahagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka memerintahkan yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, menegakkan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (At Taubah 71)
Pada akhir pembahasan ini, tiada kata yang lebih indah untuk dijadikan sebagai penutup tulisan ini dari ucapan doa:
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
"Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami) dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa."
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء
"Ya Rabb-ku, jadikanlah aku dan anak keturunanku orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Rabb kami, kabulkanlah do'a kami."
اللهم ربَّ جبرائيلَ وميكائيلَ وإسرافيلَ فاطَر السَّماواتِ والأرضِ، عالمَ الغيبِ والشَّهادة، أنتَ تحْكُمُ بين عِبَادِك فيما كانوا فيه يَخْتَلِفُون، اهْدِنَا لِمَا اخْتُلِفَ فيه من الحق بإِذْنِكَ؛ إنَّك تَهْدِي من تَشَاء إلى صراط مستقيم. وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعينز والله أعلم بالصَّواب، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين.
"Ya Allah, Tuhan malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Dzat Yang telah Menciptakan langit dan bumi, Yang Mengetahui hal yang gaib dan yang nampak, Engkau mengadili antara hamba-hambamu dalam segala yang mereka perselisihkan. Tunjukilah kami –atas izin-Mu- kepada kebenaran dalam setiap hal yang diperselisihkan padanya, sesungguhnya Engkau-lah Yang menunjuki orang yang Engkau kehendaki menuju kepada jalan yang lurus. Shalawat dan salam dari Allah semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya. Dan Allah-lah Yang Lebih Mengetahui kebenaran, dan akhir dari setiap doa kami adalah: "segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam".
ثم من تمام رحمته ببني آدم أن جعل أزواجهم من جنسهم وجعل بينهم وبينهن مودة وهي المحبة ورحمة وهي الرأفة فإن الرجل يمسك المرأة أما لمحبته لها أو لرحمة بها بأن يكون لها منه ولد أو محتاجة إليه في الإنفاق أو للألفة بينهما وغير ذلك . تفسير ابن كثير 3/430
قال فضيل بن عياض وأني لأعصي الله فأعرف ذلك في خلق حماري وخادمي. حلية الولياء 8/109
والظاهر أن المتزوج الذي وعد الله بالغنى ، هو الذي يريد يتزويجه الإعانة على طاعة الله بغض البصر ، وحفظ الفرج كما بيّنه النبي صلى الله عليه وسلم في الحديث الصحيح « يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج » الحديث ، وإذا كان قصده بالتزويج طاعة الله ، بغض البصر ، وحفظ الفرج فالوعد بالغنى إنما هو على طاعة الله بذلك .
وقد رأيت ما ذكرنا من الآيات الدالة على وعد الله بالرزق من أطاعة سبحانه جل وعلا ما أكرمه فإنه يجزي بالعمل الصالح في الدنيا والآخرة ، أضواء البيان 6/17
[1] ) Tafsir Ibnu Katsir 3/429.
[2] ) Ayat ini merupakan salah satu dalil yang mendustakan teori darwin yang menyatakan bahwa asal usul manusia adalah kera. Dan umat manusia dalam sejarahnya melalui masa yang disebut dengan masa pra sejarah, atau masa transisi dari kera menjadi manusia.
[3] ) Julukan ini adalah julukan yang amat menghinakan, sebab makhluq Allah yang dapat kawin dengan sambil berlari ialah makhluq selain manusia, dan diataranya ialah anjing.
[4] ) Tuhfatul Ahwazy, oleh Al Mubarakfuri 4/173.
[5] ) Baca Tafsir Ibnu Jarir At Thobary 18/108, Tafsir Al Qurthuby 12/211, Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyyah 15/322, dan Tafsir Ibnu Katsir 3/278.
[6] ) Majmu' fatawa oleh Ibnu Taimiyyah 15/315-323.
Keluarga Idaman
Dr Muhammad Arifin Badri MA.
إنَّ الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلَّ له، ومن يضلل فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلاَّ الله وحده لا شريك له وأشهد أنَّ محمداً عبده ورسوله.
فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد e، وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار.
Pendahuluan:
Segala puji hanya milik Allah Ta'ala, Dzat yang telah melimpahkan berbagai kenikmatan kepada kita semua. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga, dan seluruh sahabatnya. Amiin.
Maha Suci Allah yang telah menciptakan langit dan bumi beserta seluruh isinya. Dan Maha Suci Allah yang telah menciptakan semua makhluq-Nya dengan al haq dan penuh dengan berbagai hikmah dan kebaikan bagi seluruh umat.
}خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِالْحَقِّ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لِّلْمُؤْمِنِينَ { العنكبوت 44
"Allah menciptakan langit dan bumi dengan al haq (penuh hikmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasan Allah bagi orang-orang yang beriman." (Al 'Ankabut 44) dan pada ayat lain Allah berfirman:
}سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ{ فصلت 53
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru, dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup( bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?" (Fusshilat 53).
Segala yang ada di dunia ini termasuk diri kita dan segala yang ada pada diri kita adalah bagian dari tanda-tanda ke-Agungan dan ke-Esaan Allah, dan bukti bahwa hanya Allah-lah yang menciptakan, mengatur dan yang layak untuk disembah, dipuji, diagungkan dan ditaati.
Dan diantara tanda-tanda ke-Agungan Allah yang ada pada diri kita ialah diciptakan-Nya bagi manusia pasangan dari makhluk yang sama dengan mereka. Pria sebagai pasangan wanita dan wanita sebagai pasangan pria. Dan pada masing-masing dari mereka terdapat berbagai hal yang merupakan penyempurna bagi pasangannya. Dengan demikian terciptalah diantara mereka hubungan yang harmonis, kedamaian, saling mencintai, menyayangi, saling berkorban untuk pasangannya dan saling melindungi.
Allah Ta'ala befirman:
} وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ { الروم 21
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu menyatu dan merasa tentram kepadanya. Dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (Ar Rum 21).
Ibnu Tafsir rahimahullah menjelaskan ayat ini dengan berkata: "Seandainya Allah Ta'ala menjadikan seluruh manusia dalam jenis pria, kemudian Ia menjadikan pasangan mereka dari makhluk jenis lain, baik dari jenis jin atau makhluq hidup lain, niscaya tidak akan pernaf terwujud keharmonisan suami istri diantara mereka. Dan bila pasangan mereka berasal dari makhluk jenis lain, niscaya akan terjadi kerenggangan, interaksi yang tidak harmonis. Ditambah lagi, diantara bukti kesempurnaan rahmat Allah Ta'ala kepada umat manusia setelah dijadikannya pasangan mereka dari jenis mereka sendiri ialah dijadikannya rasa kasih sayang, saling merahmati diantara mereka. Karena biasanya seorang pria menikahi seorang wanita karena ia mencintainya, atau karena rasa sayang yang ada pada diri wanita dikarenakan ia telah mendapatkan keturunan dari suaminya tersebut. Atau karena wanita itu membutuhkan kepada perlindungan suaminya, atau karena keharmonisan hubungan antara keduanya atau karena faktor lain yang serupa dengannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (ke-Esaan Allah) bagi kaum yang berfikir."([1])
Maha benar Allah Ta'ala, seorang suami dan istrinya benar-benar seperti yang digambarkan dalam ayat ini, terjalin antara mereka hubungan yang harmonis, kesetiaan, pengorbanan, serta kedamaian dan ketentraman yang dapat dirasakan oleh masing-masing mereka. Ini semua merupakan karunia besar dari Allah yang tidak mungkin dapat diperoleh melalui hubungan diluar pernikahan. Bahkan hubungan apapun yang dijalin antara pria dan wanita diluar pernikahan, mereka tidak akan pernah mampu mendapatkan hubungan yang serasi, pengorbanan, dan kesetiaan seperti yang terjadi dalam pernikahan. Hal ini disebabkan masing-masing dari mereka sadar bahwa suatu saat pasangannya akan berganti dengan orang lain, atau hubungan mereka hanya berlaku dalam waktu yang terbatas. Bahkan biasanya masing-masing dari mereka dengan terus terang mengatakan bahwa hubungan mereka sebatas saling menjajagi. Oleh karena itu Rasulullah r bersabda:
عن بن عباس t قال: قال رسول الله r: (لم نر للمتحابين مثل النكاح) رواه عبد الرزاق وابن ماجة والطبراني والحاكم والبيهقي، وصححه الألباني
"Dari sahabat Ibnu 'Abbas t berkata: Rasulullah r bersabda: "Kami tidak pernah mendapatkan suatu ikatakan bagi orang yang saling mencintai yang serupa dengan ikatan pernikahan." Riwayat Abdurrazzaq, Ibnu Majah, At Thabrany, Al Hakim, Al Baihaqy dan dishahihkan oleh Al Albany.
Pernikahan Antara Tradisi Jahiliyyah & Syari'at Islam.
Hubungan antara pria dan wanita telah dikenal semenjak dahulu kala, bahkan telah dijalin oleh pria dan wanita pertama, yaitu Nabi Adam u dan Hawa.
} هُوَ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا { الأعراف 189
"Dia-lah yang telah menciptakanmu dari jiwa yang satu dan dari padanya Dia menciptakan istrinya, agar ia merasa senang kepadanya ." (Al A'raf 189)([2])
Pernikahan semenjak Nabi Adam u terus menerus dijalankan oleh umat manusia untuk menjalin hubungan antara pria dan wanita. Akan tetapi bersamaan dengan berjalannya waktu dan terjadinya berbagai kejadian yang dialami oleh manusia, -yang sudah barang tentu tidak lepas dari peran bisikan dan godaan setan- terjadilah berbagai perubahan dalam proses pernikahan, sampai-sampai ketika zaman diutusnya Nabi Muhammad r, umat manusia kala itu telah mengenal berbagai pola pernikahan, sebagaimana dikisahkan dalam hadits berikut:
عن عروة بن الزبير أن عائشة زوج النبي r أخبرته: (أن النكاح في الجاهلية كان على أربعة أنحاء، فنكاح منها نكاح الناس اليوم: يخطب الرجل إلى الرجل وليته أو ابنته فيصدقها ثم ينكحها، ونكاح آخر: كان الرجل يقول لامرأته إذا طهرت من طمثها: أرسلي إلى فلان فاستبضعي منه، ويعتزلها زوجها ولا يمسها أبدا حتى يتبين حملها من ذلك الرجل الذي تستبضع منه، فإذا تبين حملها أصابها زوجها إذا أحب، وإنما يفعل ذلك رغبة في نجابة الولد، فكان هذا النكاح نكاح الاستبضاع. ونكاح آخر: يجتمع الرهط ما دون العشرة، فيدخلون على المرأة كلهم يصيبها، فإذا حملت ووضعت ومر عليها ليال بعد أن تضع حملها، أرسلت إليهم -فلم يستطع رجل منهم أن يمتنع- حتى يجتمعوا عندها، تقول لهم: قد عرفتم الذي كان من أمركم، وقد ولدت فهو ابنك يا فلان، -تسمي من أحبت باسمه- فيلحق به ولدها، لا يستطيع أن يمتنع منه الرجل. ونكاح الرابع: يجتمع الناس الكثير فيدخلون على المرأة لا تمتنع ممن جاءها وهن البغايا، كن ينصبن على أبوابهن رايات تكون علما، فمن أرادهن دخل عليهن فإذا حملت إحداهن ووضعت حملها جمعوا لها، ودعوا لهم القافة ثم ألحقوا ولدها، فالتاط به ودعي ابنه، لا يمتنع من ذلك. فلما بعث محمد r بالحق هدم نكاح الجاهلية كله إلا نكاح الناس اليوم. رواه البخاري
"Dari Urwah bin Az Zubair ia menuturkan, bahwasannya 'Aisyah istri Nabi r pernah mengisahkan kepadanya: "Sesungguhnya pernikahan pada zaman jahiliyyah ada empat macam: Diantara pernikahan-perniakahan itu ialah pernikahan yang ada di masyarakat sekarang ini, yaitu seorang pria datang melamar kepada pria lain wanita yang dibawah perwaliannya atau anak gadisnya, kemudian ia membayar maharnya lalu iapun menikahinya. Pernikah kedua: Dahulu seorang pria berkata kepada istrinya setelah ia suci dari haidhnya: temuilah si fulan, dan mintalah keturunan darinya, kemudian suaminya tersebut menahan diri serta tidak menggauli istrinya tersebut hingga benar-benar telah terbukti bahwa istrinya telah hamil dari hubungan dengan pria lain yang telah dimintai keturunan tersbeut. Bila benar-benar telah terbukti wanita itu hamil, suaminya boleh menggaulinya bila ia mau. Mereka melakukan pernikahan macam ini karena menginginkan keturunan yang bagus, dan inilah pernikahan istibdha' (minta keturunan). Dan pernikahan ketiga: Yaitu dengan berkumpul sejumlah pria kurang dari sepuluh, kemudian mereka bersama-sama mendatangi seorang wanita, lalu mereka semuanya menggaulinya (secara bergiliran). Dan bila wanita itu telah hamil dan melahirkan anaknya, dan telah berlalu dari proses persalinannya beberapa hari, wanita itu memanggil seluruh pria yang telah menggaulinya –tidak ada seorangpun dari mereka yang dapat menolak untuk hadir- hingga ketika mereka telah berkumpul di rumahnya, wanita itu berkata kepada mereka: Kalian semua telah mengetahui apa yang pernah kalian lakukan, dan aku telah melahirkan, dan anak itu adalah ankmu wahai fulan –ia menyebut nama pria yang ia sukai – maka anak itu dinasabkan kepadanya, dan pria itupun tidak dapat menolak. Dan pernikahan keempat: Yaitu dengan berkumpul banyak pria, kemudian (dengan bergantian) mereka mengauli seorang wanita yang tidak akan menolak siapapun yang datang kepadanya, dan mereka itu adalah para pelacur. Dahulu mereka memancangkan bendera dipintu mereka sebagai pertanda, dan barang siapa yang menghendaki, maka ia dapat menggaulinya dengan bebas. Dan bila wanita itu telah hamil dan telah melahirkan anaknya, pria-pria yang pernah menggaulinya tersebut dikumpulkan, lalu didatangkan tukang ramal, kemudian tukang ramal tersebut menasabkan anaknya kepada pria yang ia pandang serupa, dan sejak itu anak wanita tersebut melekat dengannya dan dipanggil sebagai anaknya, dan iapun tidak merasa enggan dari hal itu. Dan ketika Nabi Muhammad r diutus dengan membawa kebenaran, beliau menghancurkan (menghapuskan) seluruh pernikahan orang-orang jahiliyyah selain pernikahan yang ada pada masyarakat sekarang ini." Riwayat Al Bukhary
Demikianlah pernikahan yang ada pada zaman jahiliyyah, tiga macam pernikahan yang ada kala itu dilangsungkan tanpa ada perwalian, atau mahar, atau saksi, bahkan seorang wanita digauli oleh banyak orang. Dan bahkan seorang wanita yang telah bersuami dengan terus terang dan bahkan atas perintah suaminya berhubungan dengan pria lain.
Syari'at pernikahan dalam Islam, wanita dihormati dan dimuliakan, sehingga ia tidaklah dapat dinikahi kecuali melalui proses yang terhormat, yaitu dengan melalui proses lamaran kepada walinya, dan kemudian melalui proses pernikahan yang resmi dan terhormat pula. Karena dalam pernikahan yang dibenarkan oleh islam, pernikahan dilangsungkan dengan cara terbuka dihadapan para saksi, dan dilangsungkan dengan cara terhormat yaitu dengan diadakan acara pesta walimah. Sehingga dengan berbagai proses ini, masing-masing dari pria dan wanita yang menikah terjaga kehormatannya, terjamin hak-haknya, dan anak keturunan yang dilahirkan jelas status nasabnya.
Beda halnya dengan pernikahan yang tidak selaras dengan syari'at, misalnya pernikahan tanpa persetujuan walinya, atau menikahi wanita yang bersuami. Biasanya pernikahan itu dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi, dan dengan cara-cara yang hina, oleh karena itu pelakunya tidak berani berterus terang menyampaikan pernikahan ini kepada wali atau orang tua dari wanita yang ia nikahi. Bahkan masyarakatpun menjulukinya dengan sebutan yang hina pula, yaitu "kawin lari".([3])
Kriteria Pernikahan Islami.
Dari hadits 'Aisyah diatas, kita dapat simpulkan bahwa pernikahan yang dibenarkan oleh islam ialah pernikahan yang memiliki beberapa kriteria berikut:
Wali Yang Menyetujui dan Merestui Pernikahan Tersebut.
Islam benar-benar menjaga dan menghormati hak-hak manusia, yaitu dengan mengajarkan syari'at yang dapat menjamin keutuhan hak setiap orang, termasuk hak kaum wanita/ istri.
Kaum wanita pada umumnya senantiasa diselimuti oleh berbagai kelemahan, dimulai dari kelemahan fisik, pengalaman, keberanian, kesabaran, dan hingga perasaan. Islam dalam syari'at pernikahannya benar-benar memperhatikan fenomena ini. Oleh karenanya Islam mensyaratkan agar pernikahannya dilangsungkan oleh ayah /walinya, guna melindungi mereka agar tidak menjadi korban orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir dengan memanfaatkan berbagai kelemahan tersebut.
Sebagaimana kaum wanita juga bersifat pemalu, sehingga mereka sering kali tidak dapat mengutarakan keinginannya dengan baik, apalagi yang berhubungan dengan pernikahan. Oleh karena itu sering kali seorang wanita bila ditanya tentang kesiapannya untuk menikah atau menerima lamaran seseorang ia tertunduk dan terdiam malu bahkan menangis. Sampai-sampai Rasulullah r menjadikan terdiamnya seorang gadis ketika ditanya tentang sikapnya terhadap lamaran seorang pria sebagai pertanda persetujuannya:
عن عائشة رضي الله عنها قالت: سألت رسول الله r عن الجارية ينكحها أهلها، أتستأمر أم لا؟ فقال لها رسول الله : (نعم تستأمر) فقالت عائشة: فقلت له: فإنها تستحي. فقال رسول الله r: (فذلك إذنها إذا هي سكتت) متفق عليه
"Dari 'Aisyah semoga Allah meridhainya, ia menuturkan: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah r tentang anak gadis yang dinikahkan oleh keluarganya, apakah ia dimintai pendapatnya atau tidak? Maka Rasulullah r bersabda : "Ya, ia dimintai pendapatnya", maka 'Aisyah berkata kepada beliau: Sesungguhnya ia malu. Maka Rasulullah r bersabda: Maka itulah persetujuannya, bila ia diam". Muttafaqun 'alaih
Oleh karena itu semua, islam mengharuskan agar pernikahan setiap wanita dilangsungkan oleh wali, demi mencapai berbagai tujuan di atas, dan demi membedakan antara pernikahan yang benar (syar'i) dari perzinaan:
Pada hadits 'Aisyah di atas, beliau menyebutkan bahwa diantara kriteria pernikahan yang dibenarkan dalam syari'at islam ialah:
(يخطب الرجل إلى الرجل وليته أو ابنته)
"Yaitu seorang pria datang melamar kepada pria lain wanita yang dibawah perwaliannya atau anak gadisnya".
Dan pada hadits lain, Rasulullah r lebih tegas lagi menyatakan:
(لا تزوج المرأة المرأة ولا تزوج المرأة نفسها فإن الزانية هي التى تزوج نفسها) رواه ابن ماجه والدارقطني وصححه الألباني
"Dari sahabat Abu Hurairah t dari Nabi r: "Seorang wanita tidaklah dapat menikahkan wanita lain, dan seorang wanita tidaklah menikahkan dirinya sendiri, sebab pelacurlah yang menikahkan dirinya sendiri." Riwayat Ibnu majah, Ad Daraquthny dan dishahihkan oleh Al Albany.
Dan dalam hadits lain Rasulullah r bersabda:
(لا نكاح إلا بولي) رواه أحمد وأبو داود والترمذي وابن ماجة وصححه الألباني
"Tidaklah sah suatu pernikahan kecuali dengan adanya seorang wali." Riwayat Ahmad, Abu Dawud, At Tirmizy, Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Al Albany.
Bahkan seandainya seorang wali telah dihadirkan ketika proses pernikahan, akan tetapi ia tidak menyetujui pernikahan tersebut, maka pernikahan tersebut tidak sah. Dengan demikian keberadaan wali bukan hanya sekedar suatu formalitas atau sekedar pelengkap semata yang tidak memiliki peran. Akan tetapi seorang wali benar-benar memiliki peran utama dalam proses pernikahan. Oleh karena itu Rasulullah r bersabda:
(أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل، فنكاحها باطل، فنكاحها باطل، فإن دخل بها فلها المهر بما استحل من فرجها، وإن اشتجروا فالسلطان ولي من لا ولي لها. رواه الخمسة إلا النسائي وصححه الألباني
"Wanita yang menikah tanpa izin dari walinya, maka pernikahannya bathil (tidak sah), maka pernikahannya bathil (tidak sah), maka pernikahannya bathil (tidak sah). Dan bila lelaki itu telah menggaulinya, maka ia berhak mendapat mahar sebagai ganti atas hubungan yang telah dilakukan oleh lelaki itu dengan dirinya. Dan bila para wali berselisih, maka penguasa adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali." Riwayat Ahmad, Abu Dawud, At Tirmizy, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al Albany.
Hukum ini bukan hanya berlaku pada wanita yang belum pernah menikah atau yang disebut dengan perawan, akan tetapi berlaku juga pada wanita yang pernah menikah atau yang disebut dengan janda. Sebagai salah satu dalilnya ialah ayat berikut:
}وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاء فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلاَ تَعْضُلُوهُنَّ أَن يَنكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْاْ بَيْنَهُم بِالْمَعْرُوفِ { البقرة 232
"Apabila kamu mentalak istri-istrimu lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka menikah lagi dengan mantan suaminya bila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang baik (ma'ruf)." (Surat Al Baqarah 232)
Ayat ini diturunkan berkenaan kisah saudara wanita sahabat Ma'qil bin Yasar t, sebagaimanya yang ia kisahkan sendiri:
زوجت أختا لي من رجل، فطلقها حتى إذا انقضت عدتها، جاء يخطبها، فقلت له: زوجتك وفرشتك وأكرمتك، فطلقتها ثم جئت تخطبها؟! لا والله لا تعود إليك أبدا. وكان رجلا لا بأس به، وكانت المرأة تريد أن ترجع إليه، فأنزل الله هذه الآية }فلا تعضلوهن{ فقلت: الآن أفعل يا رسول الله، قال: فزوجها إياه. رواه البخاري.
"Aku pernah menikahkan saudariku dengan seorang pria, kemudian pada suatu saat ia menceraikannya, hingga ketika masa iddahnya telah berlalu, ia datang untuk melamarnya kembali, maka sayapun berkata kepadanya: Aku pernah menikahkanmu (dengannya), aku pernah pasrahkan dia kepadamu, dan aku pernah memuliakanmu dengannya, kemudian engkau ceria dia, dan sekarang engkau datang melamarnya kembali?! Tidak, sungguh demi Allah, selama-lamanya ia tidak akan pernah menjadi istrimu lagi. Padahal dia adalah pria yang baik, dan saudariku juga ingin untuk kembali membina pernikahan dengannya, maka Allah menurunkan firman-Nya berikut ini : { maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka} (Mendengar ayat ini) aku-pun berkata: Sekarang juga saya akan aku laksanakan wahai Rasulullah. Perawi kisah ini menuturkan: Kemudian ia-pun menikahkan saudarinya kepada mantan suaminya tersebut. (Riwayat Al Bukhary)
Pada kisah ini, Allah Ta'ala melarang kaum lelaki yang menjadi wali, dari menghalangi wanita yang berada dibawah perwaliannya untuk dinikahi oleh pria yang pernah menikahinya. Seandainya wanita yang telah menjanda dibolehkan untuk menikah tanpa wali, maka tidak perlu adanya larangan semacam ini, sebab pada kisah yang menjadi penyebab diturunkan ayat ini, wanita tersebut berhasrat untuk menerima kembali lamaran mantan suaminya. Sehingga bila ia dibenarkan untuk menikah tanpa wali, maka dengan mudah baginya untuk langsung menikah dengan mantan suaminya. Akan tetapi karena pernikahan tidak dibenarkan tanpa adanya wali, maka Allah menurunkan larangan terhadap perbuatan wali tersebut, yaitu menghalangi pernikahan mereka berdua.
Dan bagi wanita yang tidak memiliki wali yang dapat menikahkannya, maka yang berhak menikahkannya adalah pemerintah yang sah, dalam hal ini, petugas DEPAG (KUA) atau KJRI atau KBRI, sebagaimana ditegaskan dalam hadits di atas:
فالسلطان ولي من لا ولي لها. رواه الخمسة إلا النسائي وصححه الألباني
" penguasa adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali."
Dari penjelasan diatas jelaslah bahwa wanita yang menikah tanpa dihadiri oleh wali atau orang yang ia tunjuk untuk mewakilinya dan tanpa persetujuan wali, maka pernikahannya batal dan tidak sah. Dan bila tidak sah, maka seperti yang ditegaskan pada salah satu hadits di atas:
(فإن الزانية هي التى تزوج نفسها)
"pelacurlah yang menikahkan dirinya sendiri."
Adapun guru ngaji atau pemuka masyarakat atau direktur perusahaan atau majikan pekerjaan atau ketua penampungan dan yang serupa, maka mereka semua tidaklah berhak untuk menikahkan seorang wanita yang bukan anak atau saudaranya. Dan wanita yang telah terlanjur mereka nikahkan tanpa sepengetahuan dan persetujuan walinya (orang tua wanita tersebut) maka pernikahan tersebut tidak sah, sehingga hubungan antara wanita tersebut dengan pasangannya adalah hubungan yang haram alias zina.
Sebagaimana guru ngaji atau ketua penampungan tak ubahnya bagaikan mucikari (pengelola rumah pelacuran), karena sama-sama tidak berhak menikahkan.
Pengantin Pria Membayar Mahar/Mas Kawin Kepada Pengantin Wanita.
Pada hadits 'Aisyah semoga Allah meridhainya dinyatakan bahwa diantara kriteria pernikahan yang dibenarkan dalam islam ialah dengan ditunaikannya mas kawin/ mahar. Mas kawin merupakan pertanda bagi penghargaan kepada wanita yang dinikahi dan bukan sebagai uang sewa atau pembelian. Oleh karena itu mas kawin dalam Al Qur'an disebutkan sebagai nihlah (pemberian yang diberikan dengan penuh ketulusan).
}وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً{ النساء 4
"Dan berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh ketulusan." (An Nisa' 4)
Dan dalam hadits Nabi r bersabda:
عن أبي هريرة t قال: قال رسول الله r: (من تزوج امرأة على صداق وهو ينوي أن لا يؤديه إليها فهو زان، ومن ادان دينا وهو ينوي أن لا يؤديه إلى صاحبه فهو سارق) رواه عبد الرزاق والبزار والبيهقي وصححه الألباني.
"Dari sahabat Abu Hurairah t ia berkata: Rasulullah r bersabda: "Siapa saja yang menikahi seorang wanita dengan suatu mas kawin/ mahar, sedangkania berniat untuk tidak menunaikan kepadanya mas kawin tersebut, maka ia adalah pezina, dan barang siapa yang menghutang suatu piutang, sedangkan ia berniat untuk tidak membayar kepada pemiliknya, maka ia adalah pencuri." (Riwayat Abdurrazzaq, Al Bazzar, Al Baihaqi, dan dishahihkan oleh Al Albany.
Dalam kacamata Islam, pernikahan adalah ikatan/akad penghormatan dan penghargaan dari kedua belah pihak, dan bukan akad perniagaan. Oleh karena itu mas kawin bukanlah uang sewa atau sebagai uang pembelian, melainkan sebagai tanda penghargaan dari suami kepada istri.
Karena Mas kawin adalah sebagai simbul penghargaan, dan penghormatan, maka dalam syari'at Islam, mas kawin yang paling baik adalah yang paling mudah dan murah, sebagaimana disabdakan oleh Nabi r:
(خير الصداق أيسره) رواه الحاكم والبيهقي
"Sebaik-baik mas kawin/mahar ialah yang paling mudah/murah". (Riwayat Al Hakim dan Al Baihaqy)
Inilah pernikahan dalam Islam, suatu ikatan yang didasari oleh penghargaan, penghormatan, dan kepercayan dari kedua belah pihak. Sehingga tidak mengherankan bila setelah terjalin tali pernikahan antara dua insan, syari'at Islam mewajibkan kepada keduanya untuk menjalankan tugasnya dengan tanpa pamprih, sehingga terjalinlah hubungan yang romantis. Istri berkewajiban untuk mentaati suaminya dan suami berkewajiban untuk menafkahi, melindungi dan mendidik istri.
Rasulullah r bersabda tentang kewajiban istri kepada suaminya
(لو كنت آمرا أحدا أن يسجد لأحد لأمرت المرأة أن تسجد لزوجها ) رواه الترمذي وصححه الألباني
"Seandainya aku dibolehkan untuk memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada seseorang, niscaya aku akan perintahkan kaum istri untuk bersujud kepada suaminya." (Riwayat At Tirmizy dan dishahihkan oleh Al Albany.)
Dan tentang kewajiban suami terhadap istrinya, Rasulullah r bersabda:
(كفى بالمرء إثما أن يحبس عمن يملك قوته ) رواه مسلم
"Cukuplah bagi seseorang sebagai dosa besar, bila ia menahan nafkah orang yang di bawah kekuasaannya." (Riwayat Muslim)
Karena asas hubungan yang didasari oleh keikhlasan dan penghargaan semacam inilah, Allah menjadikan tugas yang dilakukan oleh masing-masing dari suami istri sebagai bagian dari amalan ibadah, sampai-sampai Rasulullah r bersabda:
(وفي بضع أحدكم، صدقة. قالوا يا رسول الله، أيأتي أحدنا شهوته ويكون له فيها أجر؟ قال: أرأيتم لو وضعها في حرام أكان عليه فيها وزر؟ فكذلك إذا وضعها في الحلال، كان له أجر) رواه مسلم
"Dan pada hubungan intim kalian adalah amalan shodaqoh. Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah! Bagaimana salah seorang dari kami melampiaskan syahwatnya, kok ia mendapatkan pahala? Beliau menjawab: Apa pendapatmu bila ia melampiaskannya dengan cara-cara yang haram, bukankah ia akan berdosa karenanya? Demikian juga bila ia melampiaskannya dengan cara-cara yang halal.". Riwayat Imam Muslim.
Demikian juga halnya dengan setiap kewajiban yang dijalankna oleh seorang istri kepada suaminya, bahkan ketaatan istri kepada suaminya merupakan salah satu sebab dimudahkannya ia untuk masuk surga:
(إذا صلت المرأة خمسها و صامت شهرها وحصنت فرجها وأطاعت زوجها قيل لها : (ادخلي الجنة من أي أبواب الجنة شئت) رواه أحمد والطبراني وصححه الألباني
"Bila seorang wanita menjalankan shalat lima waktu, puasa bulan ramadhan, menjaga kemaluannya (tidak berzina) dan taat kepada suaminya, kelak akan dikatakan kepadanya: "Masuklah ke surga dari pintu-pintu surga yang engkau suka". Riwayat Ahmad, At Thabrany dan dishahihkan oleh Al Albany.
Demikianlah hubungan yang romantis, dan tulus, sehingga dengan hubungan yang indah ini, akan tercapai keluarga yang damai sejah tera. Dan kisah berikut adalah salah satu gambaran nyata dari hubungan suami istri yang romantis:
عن عكرمة عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: إني لأحب أن أتزين للمرأة كما أحب أن تتزين لي، لأن الله عز وجل يقول: } وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوف {وما أحب أن أستنطف جميع حق لي عليها لأن الله عز وجل يقول } وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ {. رواه ابن أبي شيبة والبيهقي
"Dari Ikrimah ia mengisahkan dari sahabat Ibnu Abbas –semoga Allah meridhai keduanya- bahwasannya beliau berkata: "Sungguh aku suka berdandan dihadapan istriku, sebagaimana aku suka bila ia berdandan dihadapanku. Yang demikian itu karena Allah Azza wa Jalla berfirman: "Dan para wanita/istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf (baik)." Dan saya tidak ingin menuntut seluruh hak-ku atasnya, karena Allah Azza wa Jalla berfirman: "Akan tetapi para suami, mempunyai suatu tingkat kelebihan daripada istrinya." (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dan Al Baihaqy)
Pernikahan Diumumkan Di Masyarakat.
Diantara kriteria pernikahan yang selaras dengan syari'at islam ialah: pernikahan dilangsungkan dihadapan para saksi atau dengan diumumkan kepada masyarakat melalui pesta pernikahan. Tuntunan ini guna menjaga kehormatan tali pernikahan yang telah terjalin antara pria dan wanita. Sebab bila masyarakat telah mengetahui bahwa seorang wanita telah dinikahi oleh seorang pria, maka tidak akan ada lagi pria lain yang melamarnya, atau ceroboh menggodanya dst. Dan bila dikemudian hari wanita tersebut hamil dan melahirkan anak, tidak ada orang yang meragukan status kehamilan dan anaknya tersebut. Oleh karena itu Rasulullah r benar-benar menekankan akan pentingnya pesta pernikahan, sampai-sampai beliau bersabda:
(فصل ما بين الحلال والحرام الصوت بالدف) رواه أحمد والترمذي والنسائي وابن ماجة والحاكم
"Perbedaan antara perbuatan halal (pernikahan) dari perbuatan haram (perzinaan) ialah dengan ditabuhnya rebana." (Riwayat Ahmad, At Tirmizy, An Nasa'i, Ibnu Majah dan Al Hakim.
Dan ketika ada salah seorang sahabat Nabi yang menikah, yaitu sahabat Abdurrahman bin Auf t , beliau memerintahkannya untuk membuat pesta walimah, sebagaimana yang dikisahkan dalam riwayat berikut:
عن أنس بن مالك t أن النبي r رأي على عبد الرحمن بن عوف أثر صفرة، فقال: ما هذا؟ قال: يا رسول الله إني تزوجت امرأة على وزن نواة من ذهب. قال: (فبارك الله لك، أولم ولو بشاة) متفق عليه
"Dari sahabat Anas bin Malik t, bahwasannya pada suatu hari Nabi r menyaksikan pada diri Abdurrahman bin 'Auf terdapat bekas minyak Za'faran, maka Beliau bertanya: Apakah ini? Sahabat Abdurrahman-pun menjawab: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku telah menikahi seorang wanita dengan mas kawin berupa emas seberat biji kurma. Beliau bersabda: Semoga Allah melimpahkan keberkahan kepadamu. Buatlah pesta walimah walau hanya dengan menyembelih seekor kambing." Muttafaqun 'alaih.
4. Pasangan Yang Shaleh dan Shalehah.
Pernikahan adalah suatu akad yang menyatukan antara dua insan dengan ikatan yang suci. Oleh karena itu Islam memerintahkan umatnya untuk selektif dalam menentukan pilihan, agar pernikahan yang mereka jalin benar-benar menjadi nikmat dan keberkahan dalam hidup. Dan agar pernikahan yang mereka jalin benar-benar menjadi salah satu tanda akan ke-Agungan dan ke-Esaan Allah, sebagaimana yang Allah firmankan:
} وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ { الروم 21
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu menyatu dan merasa tentram kepadanya. Dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (Ar Rum 21).
Oleh karena itu Rasulullah r ketika menjelaskan kepada umatnya tentang berbagai alasan yang dijadikan masyarakat sebagai standar dalam menentukan pasangan hidup/istri, beliau menganjurkan agar faktor iman dan ketakwaan sebagai standar utama dalam menentukan pilihan. Beliau r bersabda:
(تنكح المرأة لأربع لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك) متفق عليه
"Wanita itu (biasanya) dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena nasabnya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka hendaknya engkau memilih wanita yang beragama (bertakwa), niscaya engkau akan beruntung." Muttafaqun 'alaih.
Diantara kriteria wanita yang shaleh ialah sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Ta'ala berikut:
}الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ{
"Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (kaum lelaki) atas sebagian yang lainnya (kaum wanita), dankarena mereka (kaum lelaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shaleh ialah yang ta'at (kepada Allah Ta'ala dan kepada suaminya) lagi memelihara diri ketika suaminya sedang tidak ada, berikat pemeliharaan Allah terhadap mereka ." An Nisa' 34.
Pada suatu hadits, Rasulullah r lebih merinci tentang kriteria wanita shaleh, yang layak untuk dijadikan pasangan hidup:
(خير النساء التي إذا نظرت إليها سرتك، وإذا أمرتها أطاعتك وإذا غبت عنها حفظتك في نفسها ومالك) قال: وتلا هذه الآية }الرجال قوامون على النساء ...{ الى آخر الآية. رواه ابن جرير وأبو داود الطيالسي والحاكم
"Sebaik-baik wanita ialah wanita yang bila engkau memandang kepadanya, ia akan membuatmu senang, dan bila engkau memerintahnya niscaya ia mentaatimu, dan bila engkau meninggalkannya, ia menjaga kehormatanmu dalam hal yang berikaitan dengan dirinya dan hartamu. Dan kemudian Rasulullah r membaca ayat berikut, yang artinya: ""Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, …"hingga akhir ayat." Riwayat Ibnu jarir, Abu Dawud At Thoyalisy dan Al Hakim.
Demikian juga halnya dengan kriteria pasangan pria, Rasulullah r mengajarkan agar standar pilihannya ialah kesholehan dan akhlaq yang mulia:
(إذا خطب إليكم من ترضون دينه وخلقه فزوجوه، إلا تفعلوا تكن فتنة في الأرض وفساد عريض) رواه الترمذي وسعيد بن منصور والطبراني والبيهقي وحسنه الألباني
"Bila telah datang (untuk melamar) kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan perangainya (akhlaqnya), maka nikahkanlah dia, bila kalian tidak melakukannya, niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang merajalela." Riwayat At Tirmizy, Sa'id bin Mansur, At Thabrany, Al Baihaqy dan dihasankan oleh Al Albany
Sebagian ulama' menjelaskan maksud dari fitnah dan kerusakan yang disebutkan dalam hadits dengan berkata: "Yang demikianitu karena bila kalian tidak akan menikahkan wanita-wanita kalian melainkan dengan orang yang kaya, berkedudukan, maka akan menyebabkan kebanyakan wanita-wanita kalian tidak bersuami dan kebanyakan lelaki kalian tidak beristri, dan kemudian merajalelalah perzinaan. Dan bisa saja para wali merasa dipermalukan, sehingga timbullah fitnah (peperangan) dan kekacauan. Bila demikian, maka kesinambungan generasi penerus akan terancam, berkurang jumlah orang shaleh, dan juga orang-orang yang menjaga kehormatannya.".([4])
Bila islam mengajarkan agar senantiasa memilih pasangan hidup yang sholeh dan shalihah, maka sebaliknya Islam juga memperingatkan umatnya agar tidak memilih pasangan hidup yang tidak baik. Hal ini karena pilihan adalah standar jati diri seseorang, Allah Ta'ala berfirman:
}الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ { النور 26
"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula) dan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik( pula)." An Nur 26.
Sebagian ulama' ahli tafsir menafsirkan: ayat ini bahwa ada kaitannya dengan ayat ke-3 dari surat yang sama, yaitu firman Allah Ta'ala:
} الزَّانِي لَا يَنكِحُ إلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ { النور 3
"Lelaki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh lelaki yang berzina atau lelaki yang musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang beriman." An Nur 3. Sehingga penafsiran ayat ini menunjukkan bahwa lelaki yang tidak baik adalah pasangannya wanita yang tidak baik pula, dan sebaliknya wanita yang tidak baik adalah pasangannya orang yang tidak baik pula. Dan haram hukumnya bagi lelaki baik atau wanita baik untuk menikahi wanita atau lelaki yang tidak baik.([5])
Sebagian ulama' menjabarkan penafsiran ini dengan lebih jelas lagi: Barang siapa yang menikahi wanita pezina yang belum bertaubat, maka ia telah meridhai perbuatan zina, dan orang yang meridhai perbuatan zina seakan ia telah berzina. Dan bila seorang lelaki rela bila istrinya berzina dengan lelaki lain, maka akan lebih ringan baginya untuk berbuat zina. Bila ia tidak cemburu ketika mengetahui istrinya berzina, maka akankah ada rasa sungkan di hatinya untuk berbuat serupa?! Dan wanita yang rela bila suaminya adalah pezina yang belum bertaubat, maka berarti ia juga rela dengan perbuatan tersebut, dan barang siapa yang rela dengan perbuatan zina, maka ia seakan-akan telah berzina. Dan bila seorang wanita rela bila suaminya merasa tidak puas dengan dirinya, maka ini pertanda bahwa iapun melakukan hal yang sama. Dan ini merupakan sunnatullah di alam semesta ini: balasan suatu amalan adalah amalan serupa. Dalam suatu pepatah dinyatakan
عفوا تعف نساؤكم وأبناؤكم وبروا أباءكم يبركم أبناؤكم
Jagalah dirimu niscaya istri dan anakmu mu akan menjaga dirinya dan berbaktilah kepada orang tuamu, niscaya anakmu akan berbakti kepadamu."([6])
Dan dalam pepatah arab lainnya dinyatakan:
الزنا دين قضاؤه في أهلك
"Perbuatan zina adalah suatu piutang, dan tebusannya ada pada keluargamu."
Dan pada hadits berikut terdapat suatu isyarat yang menguatkan keterangan ulama' di atas:
عن أبي أمامة t قال : إن فتى شابا أتى النبي r فقال : يا رسول الله ! ائذن لي بالزنى. فأقبل القوم عليه فزجروه وقالوا مه مه ! فقال : (ادنه. فدنا منه قريبا. قال: فجلس. قال: أتحبه لأمك ؟ قال : لا والله، جعلني الله فداك . قال : ولا الناس يحبونه لأمهاتهم . قال: أفتحبه لابنتك ؟ قال : لا والله يا رسول الله ! جعلني الله فداك . قال : ولا الناس يحبونه لبناتهم . قال أتحبه لأختك ؟ قال: لا والله جعلني الله فداك. قال: ولا الناس يحبونه لأخواتهم . قال أتحبه لعمتك ؟ قال : لا والله جعلني الله فداك . قال: ولا الناس يحبونه لعماتهم . قال أتحبه لخالتك ؟ قال : لا والله جعلني الله فداك . قال: ولا الناس يحبونه لخالاتهم . قال: فوضع يده عليه وقال : اللهم اغفر ذنبه وطهر قلبه وحصن فرجه) . فلم يكن بعد ذلك الفتى يلتفت إلى شيء. رواه أحمد والطبراني والبيهقي وصححه الألباني
"Dari sahabat Abu Umamah t, ia mengisahkan: "Ada seorang pemuda yang datang kepada Nabi r lalu ia berkata: Wahai Rasulullah! Izinkanlah aku untuk berzina. Maka sepontan seluruh sahabat yang hadir menoleh kepadanya dan menghardiknya, sambil berkata kepadanya: Apa-apaan ini! Kemudian Rasulullah bersabda kepadanya: "Mendekatlah", maka pemuda itupun mendekat ke sebelah beliau, lalu ia duduk. Rasulullah r kemudian besabda kepadanya: "Apakah engkau suka bila perbuatan zina menimpa ibumu? Pemuda itu menjawab: Tidak, sungguh demi Allah. Semoga aku menjadi tebusanmu. Rasulullah r bersabda: Demikian juga orang lain tidak suka bila itu menimpa ibu-ibu mereka. Rasulullah r kembali bertanya: Apakah engkau suka bila perbuatan zina menimpa anak gadismu? Ia menjawab: Tidak, sungguh demi Allah. Semoga aku menjadi tebusanmu, Rasulullah r menimpalinya: Demikian juga orang lain tidak suka bila itu menimpa anak gadis mereka. Kemudian beliau bertanya lagi: Apakah engkau suka bila perbuatan zina menimpa saudarimu? Ia menjawab: Tidak, sungguh demi Allah. Semoga aku menjadi tebusanmu. Rasulullah r menimpalinya: Demikian juga orang lain tidak suka bila itu menimpa saudari mereka. Rasulullah kembali bertanya: Apakah engkau suka bila perbuatan zina menimpa saudari ayahmu (bibikmu)? Ia menjawab: Tidak, sungguh demi Allah. Semoga aku menjadi tebusanmu. Rasulullah r menimpalinya: Demikian juga orang lain tidak suka bila itu menimpa saudari ayah mereka. Rasulullah kembali bertanya: Apakah engkau suka bila perbuatan zina menimpa saudari ibumu (bibikmu)? Ia menjawab: Tidak, sungguh demi Allah. Semoga aku menjadi tebusanmu. Rasulullah r menimpalinya: Demikian juga orang lain tidak suka bila itu menimpa saudari ibu mereka. Kemudian Rasulullah r meletakkan tangannya di dada pemuda tersebut, lalu berdoa: "Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan lindungilah kemaluannya." Maka semenjak hari itu, pemuda tersebut tidak pernah menoleh ke sesuatu hal (tidak pernah memiliki keinginan untuk berbuat serong). " Riwayat Ahmad, At Thabrani, Al Baihaqy dan dishahihkan oleh Al Albany.
Rasulullah r pada kisah ini mengingatkan pemuda tersebut agar memperlakukan orang lain dengan perilaku yang baik dan ia sukai bila perilaku tersebut mengenai dirinya. Dan beliau menjelaskan bahwa setiap wanita yang akan ia zinai, memiliki ayah atau saudara laki-laki, atau kerabat laki-laki atau suami, dan mereka semua pasti tidak rela bila anak atau saudara wanitanya atau istrinya dizinai oleh seseorang, sebagaimana iapun tidak suka bila perbuatan zina tersebut menimpa anak atau saudara wanitanya atau istrinya. Sehingga pada kisah ini terdapat isyarat bahwa bila kita tidak menjaga perasaan orang lain yaitu dengan menzinai anak atau saudara wanita mereka, maka tidak mengherankan bila pada suatu saat ada oranag lain yang memperlakukan kita dengan perilaku yang serupa.
Oleh karena itu hendaknya masing-masing dari kita bertanya kepada hati nurani masing-masing: Relakah anda bila anak gadismu, atau saudara wanitamu atau ibumu dizinai oleh orang lain? Bila tidak rela, maka janganlah anda berzina dengan anak atau seudara wanita orang lain atau ibu orang lain.
Dan bila anda telah tega menzinai anak atau saudara wanita atau ibu seseorang, maka semenjak itu ingatlah selalu bahwa pada suatu saat perbuatan yang serupa akan menimpa anak gadis anda atau saudara wanita anda atau bahkan ibu anda.
Diantara kriteria pasangan yang shaleh ialah bila ia tidak rela untuk menjalin hubungan dengan lelaki yang bukan mahramnya dengan ikatan selain pernikahan, misalnya dengan berpacaran atau kenalan atau yang serupa. Perbuatan ini tidak diragukan lagi telah menodai kehormatan dan kepribadian seorang wanita muslimah yang baik, sekaligus mencerminkan rendahnya harga dirinya. Sebagaimana perbuatan ini nyata-nyata diharamkan dalam syari'at Islam. Rasulullah r bersabda:
(لا يخلون رجل بامرأة إلا ومعها ذو محرم) متفق عليه
"Janganlah sekali-kali seorang lelaki berada disuatu tempat berduaan dengan seorang wanita, melainkan bila wanita tersebut ditemani oleh mahramnya." Muttafaqun 'alaih. Dan pada hadits lain beliau menyatakan:
(ألا لا يخلون رجل بامرأة إلا كان ثالثهما الشيطان) رواه أحمد والترمذي وصححه الألباني
"Ketahuilah, tidaklah sekali-kali seorang lelaki berada disuatu tempat berduaan dengan seorang wanita, melainkan setan akan menjadi orang ketiganya." Riwayat Ahmad, At Tirmizy dan dishahihkan oleh Al Albany.
Bila setiap wanita berfikir jernih dan jauh dari bisikan setan dan dorongan nafsu birahinya, niscaya ia tidak akan pernah sudi untuk diajak berpacaran oleh seorang lelaki. Hal ini dikarenakan –biasanya- alasan orang yang berpacaran ialah untuk saling menjajagi atau mencoba. Bukankah alasan ini adalah sama saja menghinakan kaum wanita, sehingga memposisikannya bak barang dagangan, sehingga bisa dicoba dulu, bila cocok maka jadi dibeli dan bila tidak maka dikembalikan begitu saja. Penjajagan dan percobaan dengan cara bergandengan tangan, berduaan ditempat yang jauh dari pandangan orang lain, bahkan mungkin sampai melakukan perbuatan yang nyata-nyata tidak dibenarkan dalam islam, misalnya berpelukan, dan bahkan mungkin berciuman, dan tidak jarang sampai melakukan perzinaan besar layaknya suami dan istri. Na'uzubillahi min zalika.
Betapa banyak wanita yang setelah sekian lama berpacaran dan dicoba berbagai hal yang ada pada dirinya, kemudian dicampakkan serta ditinggalkan?. Dan betapa banyak lelaki yang berpacaran dengan sekian banyak wanita, semuanya ia lakukan dengan alasan saling menjajagi dan mengenal?. Bila halnya demikian ini, maka apa bedanya wanita-wanita tersebut dengan barang dagangan, yang dengan bebas dapat dicoba dan dijajaginya oleh setiap orang yang ingin membelinya ?!
Akankan kepribadian, kehormatan dan keluhuran diri seorang wanita dapat terjaga setelah sekian lama ia dijajagi oleh seorang lelaki atau bahkan oleh sekian lelaki?! Sadarlah wahai saudaraku, renungkanlah hal ini dengan hati yang jujur dan bersih dari godaan hawa nafsu, niscaya anda akan dapat memahaminya dengan baik.
Pertanyaan selanjutnya yang semestinya senantiasa diingat-ingat oleh setiap muslim yang mendambakan keluarga yang damai, tentram dan bahagia: Mungkinkah keluarga yang damai dan diberkahi Allah Ta'ala akan dapat dicapai bila benih-benih rumah tangga kita dibangun dengan cara-cara yang haram semacam ini?
Bila Islam melarang umatnya untuk menikahi orang yang tidak baik akhlaqnya, walaupun ia adalah seorang muslim atau muslimah, maka sudah barang tentu Islam melarang umatnya untuk menikahi orang-orang musyrik.
} وَلاَ تَنكِحُواْ الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلاَ تُنكِحُواْ الْمُشِرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُواْ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُوْلَـئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللّهُ يَدْعُوَ إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ { البقرة 221
"Dan janganlah engkau menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman . Sesungguhnya wanita budak yang beriman lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia menawan hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukminah) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang beriman lebih baik dari lelaki musyrik, walaupun ia menawan hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga, dan ampunan-Nya dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia, supaya mereka mengambil pelajaran." Al Baqarah 221.
Tujuan Pernikahan Dalam Islam.
Setiap orang ketika melakukan suatu pekerjaan, biasanya memiliki maksud dan tujuan tertentu yang hendak ia capai dengannya. Bahkan Syari'at Islam menjadikan tujuan suatu perbuatan dan ucapan, sebagai tolok ukur bagi mutu keislaman seseorang. Bila tujuan suatu perbuatan adalah baik, dan berguna bagi pelakunya, maka itu merupakan pertanda bahwa keislaman pelakunya baik pula. Dan sebaliknya bila tujuan suatu perbuatan atau ucapan buruk atau bahkan pelkunya ketika melakukan hal tersebut tidak memiliki maksud dan tujuan tertentu yang hendak ia capai darinya, maka ini pertanda bahwa mutu keislamannya kurang baik. Oleh karena itu Rasulullah r bersabda:
(من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه) رواه أحمد والترمذي وابن ماجة وصححه الألباني
"Diantara tanda kebaikan islam seseorang ialah bila ia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi dirinya." Riwayat Ahmad, At Tirmizy, Ibnu Majah dan Dishahihkan oleh Al Albany
Oleh karenanya, tidak mengherankan bila Islam melalui syari'at pernikahan mengajarkan umatnya agar menjadikan pernikahan sebagai sarana untuk mencapai berbagai tujuan mulia nan agung. Tujuan yang berguna bagi orang yang menikah, keluarga, masyarakat bahkan agamanya, baik di dunia ataupun di akhirat. Karena terlalu banyaknya tujuan pernikahan, sampai-sampai Allah Ta'ala menjadikannya sebagai salah satu pertanda akan ke-Agungan dan ke-Esaan-Nya.
} وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ { الروم 21
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu menyatu dan merasa tentram kepadanya. Dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (Ar Rum 21).
Dan sampai-sampai Allah Ta'ala -kelak pada hari qiyamat- akan memurkai orang-orang kafir, akibat pernikahan mereka di dunia tidak dapat membawa mereka kepada keimanan serta keta'atan kepada Allah Ta'ala:
عن أبي هريرة قال قال رسول الله r: (....فيلقى (الرب) العبدَ فيقول: أي فل، ألم أكرمك؟ ألم أسودك؟ ألم أزوجك؟ ألم أسخر لك الخيل والإبل وأتركك ترأس وتربع؟ قال: فيقول: بلى يا رب. قال: فظننت أنك ملاقي؟ قال: لا يا رب. قال: فاليوم أنساك كما نسيتني. رواه ابن حبان وعبد الله بن الإمام أحمد وصححه ابن كثير.
"Dari sahabat Abu Hurairah ia menuturkan: Rasulullah r bersabda: "…Kemudian Allah menemui hamba-hamba-Nya, dan berfirman kepadanya: Wahai fulan, Bukankah Aku telah memuliakanmu? bukankah Aku telah menjadikanmu pemimpin?Bukankah Aku telah menikahkanmu? Bukankah Aku telah menundukkan untukmu kuda dan onta, dan Aku membiarkanmu menguasai dan berbuat sekehendakmu? Hamba tersebut menjawab: Benar, Ya Allah! Allah menimpalinya: Lalu apakah engkau beriman bahwa engkau akan menghadap kepada-Ku? Hamba itupun menjawab: Tidak, ya Allah. Allah berfirmankepadanya: Maka, pada hari ini Aku melupakanmu sebagaimana engkau telah melupakan-Ku." Riwayat Ibnu Hibban, Abdullah bin Imam Ahmad, dan dishahihkan oleh Ibnu Katsir.
Berangkat dari hal ini, alangkah perlunya bagi setiap muslim untuk mengkaji dan mengetahui tujuan pernikahan dalam islam, agar kemudian kita berjuang mewujudkannya. Dan berikut akan saya sebutkan beberapa tujuan utama pernikahan dalam islam:
Tujuan pertama: Menjaga Diri Dari Perbuatan Maksiat.
Agama Islam adalah agama yang tidak pernah bertentangan dengan sesuatu hal yang bersifat alami. Oleh karena itu syari'at Islam akan senantiasa selaras dengan fitrah manusia normal. Dan diatara bukti keselarasan tersebut disyari'atkannya pernikahan. Yang demikian itu karena manusia diciptakan didunia ini dalam keadaan memiliki kebutuhan biologis, kebutuhan akan makan, minum, tidur, dan kebutuhan seksual dst. Berbagai kebutuhan biologis manusia normal ini tidaklah pernah dihapuskan atau dilalaikan dalam islam, akan tetapi diatur sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan tujuan utama diciptakannya manusia di dunia ini, yaitu beribadah kepada Allah. Bahkan pemenuhan terhadap berbagai kebutuhan tersebut menjadi bagian dari ketaatan kepada Allah Ta'ala dan rasul-Nya r.
عن عون بن أبي جحيفة عن أبيه قال: آخى النبي e بين سلمان وأبي الدرداء، فزار سلمان أبا الدرداء، فرأى أم الدرداء متبذلة، فقال لها: ما شأنك؟ قالت: أخوك أبو الدرداء ليس له حاجة في الدنيا، فجاء أبو الدرداء فصنع له طعاما، فقال: كل. قال: فإني صائم. قال: ما أنا بآكل حتى تأكل. قال: فأكل، فلما كان الليل، ذهب أبو الدرداء يقوم، قال: نم، فنام، ثم ذهب يقوم، فقال: نم، فلما كان من آخر الليل، قال سلمان: قم الآن فصليا، فقال له سلمان: إن لربك عليك حقا ولنفسك عليك حقا ولأهلك عليك حقا، فأعط كل ذي حق حقه. فأتى النبي e، فذكر ذلك له، فقال النبي e: صدق سلمان. رواه البخاري
"Diriwayatkan dari 'Aun bin Abi Juhaifah, dari ayahnya, ia mengkisahkan: Nabi e menjalinkan tali persaudaraan antara sahabat Salman (Al Farisy) dengan sahabat Abud Darda', maka pada suatu hari sahabat Salman mengunjungi sahabat Abu Darda', kemudian ia melihat Ummu darda' (istri Abu Darda' dalam keadaan tidak rapi, maka ia (sahabat Salman) bertanya kepadanya: Apa yang terjadi pada dirimu? Ummu Darda'-pun menjawab: Saudaramu Abu Darda' sudah tidak butuh lagi kepada (wanita yang ada di) dunia. Maka tatkala Abud Dardda' datang, iapun langsung membuatkan untuknya (sahabat Salman) makanan, kemudian sahabat Salmanpun berkata: Makanlah (wahai Abu Darda') Maka Abud Darda' pun menjawab: Sesungguhnya aku sedang berpuasa. Mendengar jawabannya sahabat Salman berkata: Aku tidak akan makan, hingga engkau makan, makaAbud Darda'pun akhirnya makan. Dan tatkala malam telah tiba, Abud Darda' bangun (hendak shalat malam, melihat yang demikian, sahabat Salman) berkata kepadanya: Tidurlah, maka iapun tidur kembali, kemudian ia kembali bangun, dan sahabat Salmanpun kembali berkata kepadanya: tidurlah. Dan ketika malam telah hampir berakhir, sahabat Salman berkata: Nah, sekarang bangun, dan shalat (tahajjud). Kemudian Salman menyampaikan alasannya dengan berkata: Sesungguhnya Tuhan-mu memiliki hak atasmu, dan dirimu memiliki hak atasmu, dan keluargamu juga memiliki hak atasmu, maka hendaknya engkau tunaikan setiap hak kepada pemiliknya. Kemudian sahabat Abud Darda' datang kepada Nabi e dan ia menyampaikan kejadian tersebut kepadanya, dan Nabi e menjawabnya dengan bersabda: Salman telah benar. (HRS Bukhary).
Dan dalam kaitannya dengan permasalahan yang menjadi tema pembicaraan kita, syari'at islam mengajarkan agar umatnya menjadikan pernikahan sebagai sarana pelampiasan terhadap kebutuhan biologis seksual dengan cara-cara yang baik. Sehingga bila kebutuhan biologis ini dapat terpenuhi, maka seseorang –dengan izin Allah- akan dapat menjaga dirinya dari perbuatan yang melanggar syari'at. Oleh karenanya Rasulullah r berwasiat kepada para pemuda:
(يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج، ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء) متفق عليه
"Wahai para pemuda, barang siapa dari kamu telah mampu memikul tanggul jawab keluarga, hendaknya segera menikah, karena dengan pernikahan engkau lebih mampu untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluanmu. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa itu dapat mengendalikan dorongan seksualnya." Muttafaqun 'alaih
Dan pada hadits lain, Rasulullah r bersabda:
(ثلاثة حق على الله عونهم: المجاهد في سبيل الله، والمكاتب الذي يريد الأداء، والناكح الذي يريد العفاف) رواه الترمذي وقال حديث حسن صحيح، وابن حبان والحاكم وحسنه الألباني
"Tiga golongan manusia yang layak untuk ditolong oleh Allah: Seorang pejuang (mujahid) di jalan Allah, seorang budak yang berjanji menebus dirinya dengan niat ia akan memenuhi tebusannya, dan orang yang menikah agar dapat menjaga dirinya." Riwayat At Tirmizy dan ia menyatakan: Hadits ini adalah hadits hasan lagi shahih, dan diriwayatkan juga oleh Ibnu Hibban, Al Hakim dan dihasankan oleh Al Albany.
Bahkan Allah Ta'ala menjadikan tujuan ini sebagai syarat dihalalkannya pernikahan:
}وَأُحِلَّ لَكُم مَّا وَرَاء ذَلِكُمْ أَن تَبْتَغُواْ بِأَمْوَالِكُم مُّحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ{ النساء 24
"Dan dihalalkan bagimu wanita-wanita yang selain demikian (selain wanita-wanita yang telah disebutkan pada ayat sebelumnya) yaitu mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina." An Nisa' 24.
Tujuan Kedua: Mengamalkan Ajaran Nabi r.
Sebagaimana diatas telah dinukilkan kisah yang diriwayatkan oleh sahabat, Rasulullah r mengajarkan kepada umatnya untuk menikah, maka diantara tujuan menikah ialah meniru dan menjalankan syari'at dan ajaran beliau r. Oleh karena itu beliau r mengingkari keinginan sebagian sahabatnya yang hendak meninggalkan ajaran ini, bahkan beliau r menyatakan bahwa siapa saja yang tidak suka dengan ajaran ini yaitu pernikahan, maka ia tidak termasuk ke dalam ummat beliau r.
عن أنس t أن نفرا من أصحاب النبي r سألوا أزواج النبي r عن عمله في السر، فقال بعضهم: لا أتزوج النساء، وقال بعضهم: لا آكل اللحم، وقال بعضهم: لا أنام على فراش. فحمد الله وأثنى عليه فقال: ما بال أقوام قالوا كذا وكذا، لكني أصلي وأنام، وأصوم وأفطر، وأتزوج النساء، فمن رغب عن سنتي فليس مني) متفق عليه
"Diriwayatkan dari sahabat Anas t, ia mengisahkan: bahwasannya sebagian sahabat nabi r bertanya kepada istri-istri Nabi r tentang amalan ibadah beliau ketika berada dalam rumah, kemudian sebagai dari mereka (sahabat yang bertanya): Aku tidak akan menikahi seorang wanita, sebagian lagi berkata: Aku tidak akan makan daging, sebagian lagi berkata: Aku tidak akan tidur di atas tempat tidur (shalat malam terus menerus). Maka Rasulullah r memuji dan menyanjung Allah, lalu bersabda kepada para sahabatnya: Mengapa sebagian dari orang ada yang berkata demikian dan demikian?! Akan tetapi aku menjalankan shalat (malam), dan juga tidur, berpuasa dan juga (kadang kala) tidak berpuasa (sunnah), dan aku juga menikahi wanita, maka barang siapa yang tidak suka dengan ajaranku, maka ia tidaklah termasuk dalam ummatku." Muttafaqun 'alaih
Sebagaimana diantara ajaran beliau ialah hendaknya kita selalu memperlakukan orang lain dengan perilaku yang mulia dan terpuji, yang bila kita diperakukan oleh orang lain dengan perilaku tersebut kita merasa suka.
(فمن أحب أن يزحزح عن النار ويدخل الجنة فلتأته منيته وهو يؤمن بالله واليوم الآخر وليأت إلى الناس الذي يحب أن يؤتى إليه) رواه مسلم
"Barang siapa yang menginginkan untuk dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke surga, maka hendaknya ia mati dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir dan memperlakukan orang lain dengan perilaku yang ia suka bila ia diperlakukan dengannya." Riwayat Muslim.
Dan dalam hal berkenaan dengan hubungan kaum lelaki dan wanita, sudah barang tentu kita tahu dan yakin bahwa setiap orang suka bila anak gadisnya atau saudaranya dinikahi dengan cara-cara yang terhormat dan benar menurut agama, serta terhindar dari perbuatan hina, yaitu berupa kawin lari atau perzinaan.
Tujuan Ketiga : Memperbanyak Jumlah Ummat Islam.
Adalah suatu hal yang lazim terjadi dari pernikahan adalah dilahirkannya keturunan yang diatas punggung merekalah terletak tanggung jawab perjuangan, dakwah, pembelaan terhadap negara dan agama. Sebab dengan jumlah ummat yang banyak, maka kekuatan ummat islam akan bertambah, baik kekuatan militer, ekonomi, dll. Oleh karena itu musuh-musuh islam dimana saja dengan gencarnya melancarkan program KB (Keluarga Berencana), dan juga berbagai makar guna membatasi pertumbuhan dan mengurangi jumlah umat Islam.
Sebagaimana dengan jumlah ummat yang banyak, berati ummat yang menjalankan misi dan tujuan dari diciptakannya dunia ini semakin banyak. Sebagaimana dengan bertambah banyaknya jumlah umat islam rasa keterasingan di masyarakat akan dapat disirnakan, sehingga umat islam akan semakin ringan dan mudah dalam menjalankan ibadah mereka kepada Allah. Oleh karena itu kita dapat merasakan bahwa puasa ramadhan, lebih ringan pelaksanaannya dibanding puasa sunnah, sebab ketika puasa ramadhan, seluruh anggota masyarakat secara bersama-sama menjalankannya, beda halnya dengan puasa sunnah, demikian juga halnya dengan ibadah-ibadah lainnya.
Sebagaimana dengan pernikahan yang kemudian melahirkan anak keturunan, kita berarti sedang berupaya mewujudkan keinginan Nabi r, yaitu berbangga-bangga dihadapan para nabi lainnya kelak pada hari qiyamat.
(تزوجوا الودود الولود فإني مكاثر بكم الأمم يوم القيامة) أخرجه أحمد وابن حبان والطبراني وصححه الألباني
"NIkahilah wanita-wanita yang bersifat penyayang dan subur (banyak anak), karena aku akan berbangga-bangga dengan (jumlah) kalian dihadapan umat-umat lainnya kelak pada hari qiyamat." (Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban, At Thabrany dan dishahihkan oleh Al Albany.
Tujuan Keempat : Mebina Rumah Tangga Yang Islami & Menerapkan Syari'at.
Rumah tangga adalah suatu tatanan masyarakat kecil yang terdiri dari suami, istri dan anak, dan dari keluarga inilah penerapan syariat dimulai. Setiap anggota keluarga bahu membahu dalam menanamkan keimanan kepada Allah Ta'ala dan Rasul-Nya, mentumbuh suburkan pengamalan syari'at dan memerangi kemungkaran. Dengan demikian bila jumlah keluarga yang benar-benar telah menegakkan syari'at telah banyak, maka suatu saat dari komunitas tersebut akan terbentuklah suatu tatanan masyarakat yang islami. Dan dari tatanan masyarakat yang islami itulah akan muncul tokoh-tokoh masyarakat yang akan memperjuangkan kebenaran, baik melalui tulisan, tindakan, pendanaan, kekuatan fisik dan lain-lainnya. Demikianlah sunnatullah dalam menegakkan syari'at, yaitu dimulai dari penegakan syari'at pada diri sendiri, kemudian dilanjutkan penagakan syari'at dalam keluarga:
}يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ { التحريم 6.
"Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakaranya adalah manusia dan batu; penjaganya mailakt-malaikat yang kasar yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." At Tahrim 6.
Dan Rasulullah r dalam beberapa haditsnya juga menegaskan hal yang serupa, diantaranya sebagaimana pada sabda beliau berikut ini:
(ألا كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته، فالأمير الذي على الناس راع وهو مسئول عن رعيته، والرجل راع على أهل بيته وهو مسئول عنهم، والمرأة راعية على بيت بعلها وولده وهي مسئولة عنهم) متفق عليه
"Ketahuilah bahwa setiap orang kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyaknya, seorang amir (penguasa) yang membawahi masyarakat adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyaknya, dan seorang lelaki adalah pemimpin atas anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyaknya, dan seorang wanita adalah pemimpin atas rumah tangga suami dan anaknya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyaknya." Muttafaqun 'alaih.
Sebagaimana islam juga memberikan ancaman yang keras kepada lelaki yang membiarkan perbuatan keji (perzinaan) terjadi dalam keluarganya:
عن عبد الله بن عمر t أن رسول الله r قال: (ثلاثة قد حرم الله عليهم الجنة مدمن الخمر والعاق والديوث الذي يقر في أهله الخبث) رواه أحمد والنسائي وصححه الألباني
"Dari sahabat Abdullah bin Umar t, bahwasannya Rasulullah r bersabda: "Tiga golongan manusia yang Allah haramkan atas mereka untuk masuk surga: orang yang kecanduan minum khamer, orang yang durhaka kepada orang tuanya, dan lelaki yang membiarkan perbuatan keji dalam keluarganya." Riwayat Ahmad, An Nasa'i dan dishahihkan oleh Al Albany.
Diantara gambaran nyata penegakkan syari'at dalam kehidupan rumah tangga ialah apa yang disebutkan dalam hadits berikut:
وعن أبي هريرة tقال: قال رسول الله r: (رحم الله رجلا قام من الليل فصلى وأيقظ امرأته، فإن أبت نضح في وجهها الماء، ورحم الله امرأة قامت من الليل فصلت وأيقظت زوجها فإن أبى نضحت في وجهه الماء) رواه أبو داود والنسائي وابن ماجة وابن خزيمة وابن حبان والحاكم وحسنه الألباني
"Dari sahabat Abu Hurairah t ia menuturkan: Rasulullah r bersabda: "Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun malam, lalu shalat dan membangunkan istrinya, bila ia enggan maka ia menciprati wajahnya dengan air, dan semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun malam kemudian shalat dan membangunkan suaminya, bila ia enggan, maka ia menciprati wajahnya dengan air." Riwayat Abu Dawud, An Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al Hakim dan dihasankan oleh Al Albany).
Bila penegakan syari'at pada diri sendiri dan keluarga telah dilaksanakan dengan baik, maka barulah upaya penegakan syari'at dalam lingkup masyarakat yang lebih luas, yang mencakup sanak saudara dan berlanjut kepada masyarakat sekitar dan seterusnya. Allah Ta'ala berfirman:
}وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَـئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ { التوبة 71
"Dan orang-oang yang beriman lelaki dan perempuan sebahagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka memerintahkan yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, menegakkan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (At Taubah 71)
Pada akhir pembahasan ini, tiada kata yang lebih indah untuk dijadikan sebagai penutup tulisan ini dari ucapan doa:
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
"Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami) dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa."
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء
"Ya Rabb-ku, jadikanlah aku dan anak keturunanku orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Rabb kami, kabulkanlah do'a kami."
اللهم ربَّ جبرائيلَ وميكائيلَ وإسرافيلَ فاطَر السَّماواتِ والأرضِ، عالمَ الغيبِ والشَّهادة، أنتَ تحْكُمُ بين عِبَادِك فيما كانوا فيه يَخْتَلِفُون، اهْدِنَا لِمَا اخْتُلِفَ فيه من الحق بإِذْنِكَ؛ إنَّك تَهْدِي من تَشَاء إلى صراط مستقيم. وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعينز والله أعلم بالصَّواب، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين.
"Ya Allah, Tuhan malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Dzat Yang telah Menciptakan langit dan bumi, Yang Mengetahui hal yang gaib dan yang nampak, Engkau mengadili antara hamba-hambamu dalam segala yang mereka perselisihkan. Tunjukilah kami –atas izin-Mu- kepada kebenaran dalam setiap hal yang diperselisihkan padanya, sesungguhnya Engkau-lah Yang menunjuki orang yang Engkau kehendaki menuju kepada jalan yang lurus. Shalawat dan salam dari Allah semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya. Dan Allah-lah Yang Lebih Mengetahui kebenaran, dan akhir dari setiap doa kami adalah: "segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam".
ثم من تمام رحمته ببني آدم أن جعل أزواجهم من جنسهم وجعل بينهم وبينهن مودة وهي المحبة ورحمة وهي الرأفة فإن الرجل يمسك المرأة أما لمحبته لها أو لرحمة بها بأن يكون لها منه ولد أو محتاجة إليه في الإنفاق أو للألفة بينهما وغير ذلك . تفسير ابن كثير 3/430
قال فضيل بن عياض وأني لأعصي الله فأعرف ذلك في خلق حماري وخادمي. حلية الولياء 8/109
والظاهر أن المتزوج الذي وعد الله بالغنى ، هو الذي يريد يتزويجه الإعانة على طاعة الله بغض البصر ، وحفظ الفرج كما بيّنه النبي صلى الله عليه وسلم في الحديث الصحيح « يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج » الحديث ، وإذا كان قصده بالتزويج طاعة الله ، بغض البصر ، وحفظ الفرج فالوعد بالغنى إنما هو على طاعة الله بذلك .
وقد رأيت ما ذكرنا من الآيات الدالة على وعد الله بالرزق من أطاعة سبحانه جل وعلا ما أكرمه فإنه يجزي بالعمل الصالح في الدنيا والآخرة ، أضواء البيان 6/17
[1] ) Tafsir Ibnu Katsir 3/429.
[2] ) Ayat ini merupakan salah satu dalil yang mendustakan teori darwin yang menyatakan bahwa asal usul manusia adalah kera. Dan umat manusia dalam sejarahnya melalui masa yang disebut dengan masa pra sejarah, atau masa transisi dari kera menjadi manusia.
[3] ) Julukan ini adalah julukan yang amat menghinakan, sebab makhluq Allah yang dapat kawin dengan sambil berlari ialah makhluq selain manusia, dan diataranya ialah anjing.
[4] ) Tuhfatul Ahwazy, oleh Al Mubarakfuri 4/173.
[5] ) Baca Tafsir Ibnu Jarir At Thobary 18/108, Tafsir Al Qurthuby 12/211, Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyyah 15/322, dan Tafsir Ibnu Katsir 3/278.
[6] ) Majmu' fatawa oleh Ibnu Taimiyyah 15/315-323.
Komentar
Posting Komentar